Khartoum (ANTARA News) - Orang-orang tak dikenal menyerang satu konvoi tentara Sudan utara dan pasukan penjaga perdamaian PBB di wilayah titik-api Sudan, Abyei, melukai dua orang, kata Perserikatan Bangsa Bangsa Jumat.
Bagian selatan dengan suara mayoritas memilih untuk mendeklarasikan kemerdekaan dari Sudan utara yang sebagian besar berpenduduk Muslim dalam referendum pada Januari, tetapi ketegangan-ketegangan terus meningkat di Abyei, sebuah daerah perbatasan produsen minyak yang diklaim oleh kedua pihak.
Sebuah konvoi tentara Sudan utara dikawal oleh pasukan penjaga perdamaian PBB diserang dalam perjalanan mereka ke Goli, utara
kota Abyei, pada Kamis malam, kata seorang juru bicara Misi PBB di Sudan (UNMIS), dan menambahkan bahwa para penyerang tidak diketahui.
Pasukan penjaga perdamaian sedang mengawal dua kompi militer Sudan sebagai bagian dari perjanjian antara utara dan selatan untuk menarik semua kekuatan yang tidak sah dari kedua sisi luar kekuatan bersama, katanya.
Berdasarkan perjanjian sebelumnya, hanya satuan-satuan gabungan khusus polisi dan tentara utara-selatan yang seharusnya berpatroli di Abyei. Namun kedua pihak telah membangun pasukan terpisah dan senjata berat, menurut citra satelit dan PBB.
Awal bulan ini, setidaknya 14 orang tewas dalam bentrokan antara pasukan utara dan selatan di Abyei. Kedua pihak saling menyalahkan satu sama lain untuk memulai kekerasan.
Pada bulan lalu, Presiden Sudan Omar Hassan al-Bashir mengatakan dia tidak akan mengakui Sudan selatan sebagai negara merdeka kecuali dia melepas klaim di Abyei, yang dibuat dalam rancangan konstitusi selatan konstitusi.
Sudan utara dan selatan telah berperang untuk semua itu, beberapa tahun sejak 1955 berkaitan dengan minyak, suku agama, dan ideologi.
Konflik, yang berakhir dengan kesepakatan damai tahun 2005, diperkirakan menewaskan dua juta orang dan kekacauan terjadi banyak tempat di negara Afrika timur itu.
Warga Abyei juga seharusnya melakukan referendum pada Januari mengenai apakah akan bergabung dengan utara atau selatan. Tapi perselisihan tentang siapa yang bisa memilih menggagalkan pemilihan itu dan pembicaraan mengenai status daerah pun tersendat.
(*)
Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2011