New York (ANTARA News) - Pasar minyak merosot pada Kamis waktu setempat, setelah Badan Energi Internasional memperingatkan harga tinggi bisa menggagalkan pertumbuhan ekonomi global dan menyerukan untuk meningkatkan produksi guna mengatasi masalah itu.
Harga minyak juga jatuh di bawah tekanan dari serangkaian data ekonomi yang mengecewakan di Amerika Serikat, negara konsumen minyak terbesar di dunia, dan berita bahwa ekonomi Jepang jatuh kembali ke dalam resesi pada Januari-Maret.
Kontrak utama New York, minyak mentah "light sweet" untuk Juni, menukik 1,66 dolar menjadi 98,44 dolar. Kontrak tersebut telah berakhir pada penutupan.
Di London, minyak mentah "Brent North Sea" untuk pengiriman Juli turun 88 sen menjadi menetap di 111,42 dolar per barel.
Kontrak berjangka New York mundur kembali setelah `rebound` (berbalik naik) tajam pada Rabu didorong oleh sebuah stabilisasi dalam cadangan minyak mentah AS setelah berminggu-minggu meningkat.
"Kami memiliki data persediaan yang baik kemarin tapi hari ini kami memberikan kembali keuntungan tersebut karena kami memiliki banyak data ekonomi lemah," kata Matt Smith dari Energy Summit.
"Data ini begitu beragam pada saat itu tidaklah mengherankan bahwa kita melihat minyak mentah begitu berombak."
Investor memiliki data mengecewakan untuk dicerna Kamis yang menyoroti titik-titik masalah di tengah pemulihan ekonomi yang lemah.
Klaim pengangguran mingguan turun untuk kedua minggu berturut-turut tetapi tetap terjebak di atas ambang 400.000 dalam pekan yang berakhir 14 Mei, kata Departemen Tenaga Kerja AS.
Ada banyak berita suram di pasar perumahan yang tertekan, dimana penjualan "existing homes" (rumah yang sebelumnya telah dimiliki atau rumah yang sudah dibangun sebelumnya selama satu bulan atau dikenal juga dengan home resales) jatuh pada April, dan penurunan tajam indeks manufaktur regional dalam Fed Philadelphia.
Indeks indikator ekonom terkemuka dari The Conference Board, juga jatuh untuk pertama kalinya sejak Juni 2010.
Kegelisahan pasar kian meningkat setelah Badan Energi Internasional (IEA), mengatakan harga minyak tetap tinggi karena permintaan yang kuat dan ketidakpastian geopolitik -- sebuah referensi terhadap kerusuhan di Timur Tengah -- dan meminta produsen untuk meningkatkan produksi.
IEA yang berbasis di Paris mengatakan harga minyak yang tinggi "mempengaruhi pemulihan ekonomi dengan memperlebar ketidakseimbangan global, mengurangi pendapatan rumah tangga dan bisnis serta menempatkan tekanan pada inflasi dan suku bunga. "
"Karena permintaan global untuk minyak meningkat dari Mei hingga Agustus, itu adalah sebuah penjelasan, mendesak diperlukan pasokan tambahan ... untuk mencegah pengetatan pasar lebih lanjut," katanya dalam sebuah pernyataan.
Kenaikan harga lebih lanjut "pada tahap ini risiko siklus ekonomi menggelincirkan pemulihan ekonomi global dan tidak dalam kepentingan negara-negara produksi maupun konsumen," lembaga itu memperingatkan.
IEA "mendorong tindakan dari produsen yang akan membantu menghindari konsekuensiekonomi global negatif yang lebih lanjut bisa menyebabkan pengetatan pasar lebih tajam, dan menyambut baik komitmen untuk meningkatkan pasokan." (A026/K004)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2011