London (ANTARA News) - Sebanyak 80 pakar arsitektur yang berasal dari 10 negara dan 26 diantaranya arsitektur dari indonesia mengikuti simposium "International Symposium Insular Diversity: Architecture-Culture-Identity in Indonesia" yang diadakan di Wina, Austria.
Simposium yang berlangsung selama empat hari dari 18 hingga 21 Mei di kampus TU Wien diikuti lebih dari 80 pakar arsitektur yang berasal dari 10 negara dan dibuka Dekan Fakultas Arsitektur TU Wien, Klaus Semsroth, ujar Sekretaris Tiga KBRI Wina, Luna Amanda Sidqi kepada Antara London, Kamis.
Ketua Center of Non-European Architecture Institute for History Architecture and Archeology, Technical University of Vienna (TU Wien) Prof. Erich Lechner, mengakui bahwa untuk pertama kalinya sebanyak 26 arsitektur Indonesia berkumpul di Wina.
Simposium diadakan Center of Non-European Architecture of Institute for History Architecture and Archeology TU Wien bekerjasama dengan Institute for Comparative Architecture TU Wien, KBRI Wina, dan Austro-Indonesian Society.
Duta Besar RI untuk Austria, I Gusti Agung Wesaka Puja, menyatakan kebanggaannya berada di tengah-tengah pakar arsitektur dari Indonesia.
Dikatakannya falsafah arsitektur Bali berdasar pada filosofi Trihita Karana yaitu tiga dimensi hubungan manusia dengan Tuhan, alam sekitar dan sesama manusia bertujuan untuk mencapai harmoni dan keseimbangan.
Terkait dengan hal tersebut disampaikan bahwa tantangan arsitektur adalah beradaptasi dengan makin beragamnya bencana alam seperti tsunami dan letusan gunung berapi, ujarnya.
Pakar-pakar arsitektur Indonesia yang berpartisipasi baik sebagai peserta maupun pembicara dalam simposium berasal dari kalangan universitas di Indonesia diantaranya Institut Teknologi Surabaya, Universitas Kristen Indonesia Jakarta, Universitas Trisakti Jakarta, Universitas Gadjah Mada dan Universitas Atmajaya Yogyakarta.
Selain itu juga juga ada wakil dari Universitas Sebelas Maret Solo, Universitas Islam Sultan Agung Semarang, Universitas Kristen Petra Surabaya dan wakil dari Museum Pusaka Nias, Gunungsitoli.
Simposium dibagi dalam tujuh topik yaitu vernacular architecture, traditional heritage, colonial heritage, fine arts and music, religious architecture, contemporary tendencies in architecture, dan Nias.
Dalam simposium ini dibahas mengenai arsitektur asli Indonesia dengan mengambil contoh antara lain arsitektur Nias, Bali, Sumba, Yogyakarta, Surakarta dan Magelang.
Selain pembahasan mengenai arsitektur asli daerah-daerah Indonesia, simposium juga membahas mengenai arsitektur bangunan keagamaan seperti candi dan mesjid, arsitektur kontemporer Indonesia, arsitektur dalam juga karya seni batik dan musik tradisional Indonesia.
Acara symposium diakhiri dengan penampilan kelompok gamelan Jawa, Ngesthi Budoyo, dan kelompok kolintang, Kawanua Osterreich Kolintang, yang beranggotakan masyarakat Indonesia di Wina serta pelajar Austria disambut sangat meriah oleh peserta simposium. (ZG/K004)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2011