Jakarta (ANTARA News) - Edward Waleleng, pemerhati film di Jakarta, mengatakan, film domestik ternyata belum mampu mengatasi kebutuhan akan hiburan bermutu, sehingga mayoritas penonton bioskop mengharapkan ada revisi atas kebijakan penyetopan film impor.
"Yang terjadi sekarang, para importir dan pengelola bioskop berada pada situasi `maju kena, mundur kena`. Sementara mayoritas penonton mulai bosan dengan suguhan film domesttik dengan kualitas di bawah rata-rata," kata Edward di Jakarta, Kamis.
Ia mengatakan hal itu sebagai komentar terhadap pernyataan pihak Direktorat Jenderal (Ditjen) Bea dan Cukai yang mengungkapkan bahwa tidak ada jalan lain bagi para importir film kecuali membayar pajak royalti plus dendanya, agar dapat melakukan impor film kembali.
Kepada pers, Kasubdit Nilai Kepabeanan Dirjen Bea dan Cukai Widhi Hartono menjelaskan, jalan satu-satunya bagi para importir film agar dapat menayangkan kembali film asing di bioskop-bioskop Indonesia ialah dengan membayar tagihan pokok.
Dia membenarkan, dari tiga importir, hanya satu yang sudah membayarkan kewajibannya.
Mustahil Diberantas
Terhadap sikap Ditjen Bea Cukai yang bersikukuh seperti ini, Edward Waleleng mengatakan, kalau para importir harus membayar beban pajak tambahan, otomatis keuntungan industri bioskop semakin tipis lagi.
"Sementara mereka harus bersaing dengan film-film bajakan yang dapat dikatakan "mustahil" untuk diberantas," tandasnya.
Kalaupun sebagai alternatinya, menurut dia, memang ada film-film lokal cukup layak jadi tontotan menghibur, walaupun masih sulit mencari film dengan kategori mendekati kualitas yang diharapkan.
"Maaf saja, pada umumnya tidak mempunyai mutu dan mendidik. Dan ini akan berakibat akan semakin banyak industri bioskop lokal yang akan jatuh bangkrut," ungkapnya.
Lalu, lanjut Edward Waleleng, otomatis hal ini akan menambah lagi jumlah pengangguran yang berdampak pada perekonomian Indonesia, dan tentunya bakal menambah beban Pemerintah juga.
"Pertanyaannya kan, apa membayar `royalti` itu harga mati," tandasnya.
Hanya saja, pihak Ditjen Bea dan Cukai tetap pada pendiriannya, yakni, tidak ada jalan lain bagi para importir film kecuali membayar pajak royalti plus dendanya agar dapat melakukan impor film.
"Saya pikir, kita jangan terbiasa menciptakan kebuntuan. Harus bisa ada solusi. Itulah fungsinya ada negara dengan pemerintahnya yang mendapat kepercayaan rakyat untuk menjalankan kebijakan secara arif bijaksana. Rakyat butuh solusi," kata Edward Waleleng. (M036)
(ANTARA)
Editor: Ella Syafputri
Copyright © ANTARA 2011