Gerakan tim pendamping keluarga merupakan sebuah gerakan preventif, promotif dan tindakan
Jakarta (ANTARA) - Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menyebutkan bahwa tim pendamping keluarga dihadirkan sebagai langkah preventif dalam membantu mengatasi permasalahan stunting (anak lahir dalam keadaan kerdil) di Indonesia.
“Gerakan tim pendamping keluarga merupakan sebuah gerakan preventif, promotif dan tindakan. Perlu ada rujukan itu terdapat SOP khususnya, apabila tidak bisa ditangani bidan terdekat akan diberi surat rujukan,” kata Deputi Bidang Advokasi, Penggerakkan dan Informasi BKKBN Sukaryo Teguh Santoso dalam keterangan tertulis BKKBN yang diterima di Jakarta, Jumat.
Teguh menuturkan tim pendamping keluarga tersebut akan membantu jalannya komunikasi pada tenaga kesehatan sekaligus memberikan informasi dan edukasi kepada masyarakat.
Baca juga: BKKBN fokus pada upaya pencegahan tengkes sejak dini
Di dalam satu tim pendamping keluarga tersebut, terdapat bidan sebagai penyuluh program Keluarga Berencana (KB), tim penggerak PKK serta kader yang dapat membantu memberikan pembinaan guna menciptakan ketahanan keluarga.
Kemudian dalam memberikan pendampingan dan edukasi, tim itu akan memantau kondisi keluarga melalui kunjungan ke rumah, berkomunikasi pada calon pengantin mengenai pentingnya anak memiliki akte kelahiran serta hal-hal yang menyangkut nikah siri.
Demikian dalam aspek kesehatan. para calon pengantin yang ingin menikah akan diberikan pendampingan untuk melakukan pemeriksaan kesehatan seperti periksa Hemoglobin (Hb) dalam darah, mengukur tinggi badan serta berat badan minimal tiga bulan sebelum melaksanakan pernikahan.
Baca juga: BKKBN sebut potensi stunting sudah bisa dideteksi lewat USG
Menurutnya, pemeriksaan tersebut sangat penting untuk mempersiapkan kondisi fisik pada saat ibu memasuki masa kehamilan, sekaligus menekan angka stunting yang sampai hari ini masih tinggi melalui pendataan kesehatan calon ayah dan ibu.
Ia juga menegaskan, pendampingan harus diberikan karena stunting tidak hanya berhubungan dengan kurangnya asupan gizi bayi atau mengenai kesehatan pada ibu saja, tetapi juga pola asuh yang diterapkan oleh orang tua di dalam keluarga.
"Stunting bukan hanya persoalan mengenai gizi tapi terdapat persoalan mengenai psikologis seperti kelekatan pasangan hidup terhadap pengasuhan, membuat anak dengan senang agar asupan gizi yang masuk juga baik,” tegas Teguh.
Baca juga: BKKBN perkuat kerja sama dengan Kemenag dan BRIN tuntaskan stunting
Baca juga: BKKBN luncurkan e-booklet panduan cegah stunting di tanah air
Pewarta: Hreeloita Dharma Shanti
Editor: Agus Salim
Copyright © ANTARA 2021