Jakarta (ANTARA News) - Mewawancarai seorang kepala negara bagi para wartawan adalah kesempatan emas yang tidak boleh disia-siakan sehingga daftar pertanyaan yang disiapkan harus berkaitan dengan isu-isu penting terkini. Namun, akan berbeda apabila yang mewawancarai Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) adalah para wartawan cilik yang masih pelajar sekolah dasar (SD).
Pertanyaan yang dilontarkan oleh para pelajar asal Bandar Lampung dalam wawancara dengan Presiden Yudhoyono di Istana Negara, Jakarta, Rabu, salah satunya adalah berapa kali Presiden mandi dalam satu hari.
Menurut salah satu pewawancara, Naura yang masih duduk di kelas enam sekolah dasar, Presiden Yudhoyono menjawab ia mandi dua kali sehari seperti layaknya orang-orang biasa.
Namun, ia bisa mandi lebih dari tiga kali sehari apabila berolahraga.
Pertanyaan polos itu, menurut Naura, justru dititipkan oleh Gubernur Lampung agar ditanyakan kepada Presiden Yudhoyono.
"Kita dipesenin Gubernur Lampung, kalau ketemu Presiden ditanya sehari mandi berapa kali," ujarnya.
Naura pun berceloteh tentang latihan yang harus dijalani oleh para wartawan cilik yang mewawancarai Presiden Yudhoyono untuk diterbitkan oleh surat kabar Lampung Pos itu.
Sebelum mewawancarai Presiden yang didampingi oleh Ani Yudhoyono, anak-anak itu menjalani simulasi tanya-jawab dengan Juru Bicara Kepresidenan Julian Aldrin Pasha yang berpura-pura sebagai presiden.
"Kita simulasi, latihan dulu. Yang jadi Presiden itu pura-puranya Julian. Kita wawancara seperti biasa, bertanya," ujarnya.
Pertanyaan yang terlontar dari para wartawan cilik itu kepada Presiden, antara lain apakah kepala negara pernah manja sejak kecil karena terlahir sebagai anak tunggal dan apakah Presiden pernah nakal semasa anak-anak.
"Kalau nakal katanya ya pernahlah, bolos sekolah, kalau hujan banjir yang sudahlah `gak? sekolah. Teman-temannya distrap, dia juga ikutan distrap. Jadi yang paling berkesan, yakni kebersamaan dengan kawan-kawannya," tutur Naura.
Bagaimanapun, pengalaman mewawancarai seorang kepala negara amat berkesan bagi anak-anak itu sehingga salah satu pewawancara, Triaji Giodani, menampar-nampar pipinya begitu keluar dari ruangan di Istana Negara.
"Senang ya, tapi deg-degan. Aku gak nyangka itu mimpi atau bukan, setelah keluar tampar-tampar pipi. Ternyata sakit, ternyata tidak mimpi," celotehnya.
(T.D013*P008/E001)
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2011