Jakarta (ANTARA News) - Dewan Koperasi Indonesia (Dekopin) mengusulkan agar penyaluran pupuk dapat kembali dilakukan melalui mekanisme tertutup dengan melibatkan koperasi seperti pada masa lalu dan tidak terbuka seperti sekarang ini yang rawan terhadap kelangkaan sehingga menyebabkan harga naik. "Ini diharapkan bisa berganti ke sistem tertutup seluruhnya dan tidak sistem terbuka yang jatuh ke orang lain dan menyebabkan petani antri dan harus membeli mahal," kata Ketua Umum Dekopin Adi Sasono kepada pers di Desa Compreng, Subang, Minggu ketika melakukan panen padi organik. Adi mengatakan hal itu menanggapi keputusan pemerintah untuk mengimpor beras. Impor tersebut, kata Adi, seharusnya tidak perlu dilakukan karena sebenarnya stok beras di masyarakat masih banyak. Menurut dia, masalah perberasan ini bisa diselesaikan jika ada kemauan kuat pemerintah untuk berpihak kepada petani. Pemerintah bisa melakukan pengaturan agar pupuk yang saat ini disubsidi tidak jatuh ke tangan yang tidak berhak. Untuk itu, lanjutnya, ia juga meminta agar BUMN pupuk bisa membantu dengan tidak memberikan pupuk kepada pedagang yang tidak mewakili petani, tapi mewakili kepentingan sendiri. "Oleh karena itu sebaiknya penyaluran pupuk dikembalikan lagi ke koperasi," kata Adi yang juga mantan Menteri Koperasi dan UKM pada masa pemerintahan Presiden Habibie. Dekopin sendiri, katanya, sudah menyeleksi sekitar 885 koperasi di tingkat petani yang ada di desa-desa. Koperasi ini adalah koperasi yang dinilai mampu untuk membeli sarana produksi pertanian secara tunai dan juga melakukan konsolidasi di tingkat petani. Pihak Dekopin juga mengajak Kementerian Koperasi dan UKM untuk melakukan uji kelayakan apakah benar koperasi-koperasi tersebut layak dan sehat secara organisasi. Koperasi tersebut, katanya, akan dilibatkan dalam pengadaan sarana produksi pertanian untuk membantu para petani yang selama ini kesulitan memperolehnya. Ia juga mengatakan, Dekopin juga akan mengusulkan agar pemerintah menetapkan kembali tata niaga pengadaan beras sehingga koperasi benar-benar bisa terlibat secara maksimal dan tidak melalui kontraktor. "Kita harus melakukan upaya agar penyaluran dana untuk pengadaan melalui sistem tertutup sehingga petani bisa langsung ke Bulog tanpa melalui kontraktor," katanya. Terhadap keputusan impor beras, Adi mengatakan ada dua pendapat mengenai hal itu. Pertama, impor dilakukan karena stok Bulog kurang dan karena itu harga bisa naik yang dikhawatirkan menyebabkan inflasi. Pendapat lain adalah stok di masyarakat banyak, hanya stok di Bulog saja yang kurang. Sementara kenaikan harga yang terjadi disebabkan ulah tengkulak yang menciptakan alasan pembenaran perlunya impor. "Dari dua pendapat itu saya lebih cenderung pendapat kedua yang benar," katanya. Sementara itu ketika ditanya mengenai penggunaan pupuk organik, Adi menyatakan Dekopin siap mendukung penggunaan pupuk yang telah terbukti mampu meningkatkan produksi dan mengurangi biaya produksi. APalagi, katanya, pada tahun 2010 sudah ada ketentuan bahwa penggunaan pupuk kimia harus dihentikan sehingga sudah saatnya pemerintah menggalakan penggunaan pupuk organik. Dekopin sendiri menargetkan bisa membantu penggunaan pupuk organik bagi dua juta hektar lahan sawah dari delapan juta hektar lahan irigasi yang ada. Dengan begitu, katanya, dapat dipastikan akan ada kenaikan produksi sekitar dua juta ton, dan itu akan sangat membantu petani apalagi margin yang diterima petani cukup besar. Dalam kasus di desa Compreng, Subang, para petani yang menggunakan pupuk organik SMS mampu meningkatkan produksi 20 - 40 persen, dan bisa menekan penggunaan pupuk kimia hingga 50 persen. Dengan kata lain petani bisa menghemat sekitar Rp350 - Rp400 ribu/hektar, dan ada peningkatan produksi dari yang biasanya lima ton menjadi bisa tujuh atau delapan ton.(*)
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2006