Jakarta (ANTARA) - Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Kementerian Agama, Kamaruddin Amin mengaku tidak mudah untuk dapat memberikan bimbingan perkawinan (Bimwin) kepada para calon pengantin di Indonesia.

“Ada dua tantangan bagi kita. Pertama, untuk mengajak mereka mengikuti bimwin sebelum mengikuti pernikahan,” kata Kamaruddin dalam Talkshow “Penguatan Kerja Sama BKKBN-Kemenag-BRIN dalam Pencegahan Stunting dari Hulu bagi Calon Pengantin” yang diikuti secara daring di Jakarta, Kamis.

Baca juga: BKKBN perkuat kerja sama dengan Kemenag dan BRIN tuntaskan stunting

Kamaruddin menjelaskan banyaknya calon pengantin yang ingin menikah menyebabkan angka pernikahan menjadi besar. Sehingga, pihaknya kesulitan dalam mengajak mereka melakukan bimbingan perkawinan karena sumber daya yang masih terbatas.

Tantangan berikutnya adalah masih banyak ditemukannya perkawinan pada anak. Meskipun terdapat aturan yang menyatakan bahwa minimal umur untuk menikah adalah 19 tahun, seringkali pengadilan agama memberikan dispensasi karena beberapa hal tertentu. Sehingga, Indonesia memiliki sekitar 40 ribu peristiwa perkawinan anak.

Besarnya jumlah tersebut, lanjutnya, akhirnya menimbulkan permasalahan, seperti tingginya kematian ibu dan bayi, maupun anak lahir dalam kondisi stunting karena memiliki pengetahuan yang minim baik menyangkut kesehatan atau asupan nutrisi bagi ibu hamil yang diperlukan.

Menurut Kamaruddin, selain stunting dan tingginya angka kematian pada ibu dan bayi, dari dua juta pernikahan yang terjadi di Indonesia, sekitar 400 ribu pasangan bercerai setiap tahunnya akibat dari tidak mengikuti bimbingan perkawinan itu.

“Artinya, 400 ribu orang menjadi duda atau janda setiap tahun dan menjadi single parent. Mungkin jutaan anak yatim lahir setiap tahun. Tentu ini merupakan persoalan yang harus kita atasi,” tegas dia.

Melihat besarnya masalah yang disebabkan oleh banyaknya jumlah pasangan di Indonesia, Kamaruddin menyarankan pemerintah untuk melakukan inovasi pada tahun 2022 melalui daring dengan mewajibkan setiap calon pengantin mengikuti bimwil terlebih dahulu jika ingin menikah.

Hal itu diperlukan guna memberikan edukasi yang lebih baik pada calon pengantin dalam menghadapi dunia pernikahan, sehingga dapat menciptakan keluarga yang tangguh dan anak bebas stunting.

Baca juga: Kemenag susun strategi cegah kekerasan seksual di lembaga pendidikan

Baca juga: Kemenag ajak masyarakat berperan aktif awasi kinerja lembaga zakat


Namun, ia juga menyadari bahwa untuk dapat merealisasikan saran tersebut perlu adanya kerja sama, proses serta persiapan yang matang.

Dia berharap semua pihak, baik pemerintah maupun calon pengantin untuk dapat bekerja sama membangun keluarga yang tangguh dan menjadikan generasi bangsa menjadi individu unggul di masa depan kelak.

“Jika suatu saat nanti kita sudah siap, insya Allah kita akan mewajibkan calon pengantin untuk mengikuti prosesnya termasuk stunting. Jika itu tidak dipenuhi,  tidak dilaksanakan pernikahan, saya kira mungkin ini adalah hal yang sangat ideal yang akan kita terus ikhtiarkan,” ucap dia.

Pewarta: Hreeloita Dharma Shanti
Editor: Endang Sukarelawati
Copyright © ANTARA 2021