Medan (ANTARA News) - Pengamat politik Ahmad Taufan Damanik menilai, semangat pemekaran Provinsi Sumatera Utara yang dewasa ini sedang diusung para penggagas dapat menjadi sesuatu yang berbahaya.
"Kita lihat semangatnya masih `pokok mekar` dan ini berbahaya, apalagi terlalu banyak aturan yang tidak dipenuhi," ujar pengamat dari Universitas Sumatera Utara (USU) itu kepada ANTARA di Medan, Minggu.
DPRD Sumut menyetujui usulan pembentukan tiga provinsi baru yang masing-masing adalah Provinsi Tapanuli, Provinsi Sumatera Tenggara, dan Provinsi Kepulauan Nias melalui rapat paripurna di Medan, 9 Mei lalu.
Dari 10 fraksi di DPRD setempat, tujuh fraksi mendukung, dua fraksi menolak memberikan pendapat, dan satu fraksi lainnya menyatakan tidak keberatan.
Tujuh fraksi yang mendukung adalah dari Partai Demokrat, PDI Perjuangan, PAN, PDS, Hanura, PPRN, dan Gerindra, dua fraksi yang menolak memberikan pendapat PKS dan PPP, sementara Partai Golkar menyatakan tidak keberatan.
Dua fraksi yang menolak beralasan, usulan pembentukan ketiga provinsi baru itu belum memenuhi persyaratan sesuai Undang-Undang (UU) Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pembentukan, Penghapusan dan Penggabungan Daerah.
Pelaksana Tugas (Plt) Gubernur Sumut Gatot Pujo Nugroho pun hanya menyatakan akan menyampaikan rekomendasi ke pemerintah pusat menyusul persetujuan DPRD tersebut.
Ahmad Taufan Damanik sendiri mengaku sangat sependapat dengan dua fraksi di DPRD Sumut yang menolak usulan pembentukan tiga provinsi baru tersebut.
"Karena memang banyak yang tidak dipenuhi dan tidak prosedural sesuai PP 78/2007. Akibatnya, kini mulai bermunculan pro dan kontra, bahkan penolakan dari sejumlah daerah," katanya.
Ke depan, ia meyakini akan semakin banyak sikap menolak karena memang ada upaya-upaya untuk `menelikung` aturan yang ada.
Ia menunjuk salah satu aspek yakni tidak adanya sama sekali kajian-kajian akademis terkait usulan pemekaran, seperti yang pernah dilakukan Pemerintah Provinsi Sumut semasa pemerintahan Gubernur Tengku Rizal Nurdin.
Ia juga menilai DPRD dan Plt Gubernur Sumut cenderung "buang badan" dan hanya mencari aman melalui sikap menyetujui dan kemudian merekomendasikan ke pemerintah pusat.
"Seharusnya Pemprov Sumut terlebih dahulu membuat kajian, membuat pertimbangan-pertimbangan, lalu memutuskan, apakah setuju atau tidak sebelum diteruskan ke pemerintah pusat. Kajian-kajian dan pertimbangan-pertimbangan itu jelas sangat dibutuhkan pemerintah pusat dalam membuat keputusan akhir," jelasnya.
Namun demikian, Ahmad Taufan Damanik tidak sepenuhnya menyalahkan sikap yang diambil Plt Gubernur Sumut, meski terkesan lari dari tanggung jawab.
"Tapi setidaknya kita pantas malu karena kita kemudian menyerahkan segala sesuatunya ke pemerintah pusat, padahal kita dapat menentukan dan mengatur sendiri apa yang kita inginkan," katanya.(*)
(T.R014/E011)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2011