Jakarta (ANTARA) - Pengamat kelautan dan Direktur Eksekutif Pusat Kajian Maritim untuk Kemanusiaan Abdul Halim menginginkan pengetatan pengawasan terhadap pemberian kapal hasil tangkapan dari aktivitas pemberantasan pencurian ikan ke kelompok nelayan di berbagai daerah.
"(Mekanisme pengawasan terhadap pemberian kapal perlu diperketat) agar tidak berulang siklus kejahatannya di sektor perikanan," kata Abdul Halim kepada Antara di Jakarta, Selasa.
Menurut Abdul Halim, sebetulnya pemberian kapal hasil tangkapan ke kelompok atau koperasi nelayan merupakan opsi yang baik untuk dijalankan sepanjang memberikan manfaat bagi kemajuan perikanan tangkap di dalam negeri dan tidak dipergunakan kembali untuk tindak pidana perikanan.
Baca juga: KKP bakal tambah armada pengawasan dengan kapal sepanjang 110 meter
Untuk itu, ujar dia, diperlukan mekanisme pengawasan yang tepat terhadap operasional kapal hasil pemberian tersebut misalnya dengan diminta melaporkan kegiatannya secara berkala seperti minimal setiap enam bulan sekali.
Senada, Koordinator Nasional Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia Moh Abdi Suhufan mengingatkan pentingnya belajar dari pengalaman terdahulu yang sempat juga diberikan tetapi gagal dikelola.
"Jadi kalau sekarang mau diberikan mesti dengan konsep dan skenario yang terintegrasi dan pendampingan khusus sebab kapal sitaan tersebut teknologi dan alat tangkap beda dengan yang selama ini digunakan nelayan kita," kata Abdi Suhufan.
Apalagi, Abdi juga mengingatkan bahwa kapal yang diberikan tersebut juga biasanya dalam kondisi tidak siap pakai sehingga memerlukan biaya perbaikan kapal dan alat tangkap.
Baca juga: DFW: Tingkatkan akurasi data kapal dan perlindungan ABK perikanan
Ia menekankan pentingnya kesiapaan kelembagaan nelayan dan dukungan pembiayaan usaha yang mesti difasilitasi oleh KKP."Jika tidak, kapak tersebut rentan berpindah tangan atau mangkrak juga di tangan nelayan," katanya.
Sebelumnya, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) telah berkoordinasi guna mengajukan sejumlah kapal ikan hasil tangkapan dari aktivitas pemberantasan pencurian ikan dapat diserahkan kepada koperasi nelayan di seluruh Indonesia.
"Bapak Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono berpikir jangan sampai barang bukti yang memiliki aset dihadapkan dengan penenggelaman sehingga menjadi nol atau tidak ada nilainya," kata Dirjen Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) KKP Laksda TNI Adin Nurawaluddin di Jakarta, Senin (13/12).
Menurut dia, hal tersebut adalah arah kebijakan terbaru dari PSDKP yang selama ini lebih terkenal dengan kata "tenggelamkan" terhadap kapal pencuri ikan.
Untuk itu, ujar Adin, pihaknya juga telah berkoordinasi terutama dalam lingkup Satgas 115 agar dapat memanfaatkan barang bukti kapal dari kasus yang telah inkrah atau sudah memiliki kekuatan hukum tetap agar dapat dimanfaatkan oleh koperasi atau kelompok nelayan.
"Sejauh ini, kami sudah melaksanakan pengajuan kepada kejaksaan RI kurang lebih delapan kapal barang bukti rampasan yang berstatus inkrah untuk diserahkan kepada kelompok nelayan," katanya.
Ia memaparkan, rencananya sebanyak delapan kapal tersebut akan diserahkan kepada tiga kelompok nelayan di Pontianak (Kalimantan Barat), tiga koperasi nelayan di Bitung (Sulawesi Utara), dan dua kelompok nelayan di Tahuna (Sulawesi Utara).
Tidak hanya berhenti kepada delapan kapal, lanjutnya, pihak PSDKP KKP juga sedang melakukan inventarisasi terhadap kurang lebih 16 kapal lagi. Adin menyatakan proses inventarisasi itu dibutuhkan agar ke depannya barang bukti kapal ikan tangkapan itu benar-benar dapat dimanfaatkan kelompok nelayan.
Dengan demikian, pihaknya juga sedang merumuskan kriteria mengenai kriteria dari kelompok atau koperasi nelayan mana dari sisi kemampuan yang bisa memanfaatkan kapal ikan tangkapan tersebut.
Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2021