Jakarta (ANTARA News) - Perhatian masyarakat dunia telah terpusat pada, betapapun singkatnya, tanda-tanya mengenai keabsahan tindakan membunuh Osama bin Laden, sementara mereka dicekoki dengan cerita yang berubah mengenai peristiwa itu.

Belum lagi pertanyaan tersebut terjawab, masyarakat internasional disuguhi oleh kenyataan penggunaan pesawat predator AS untuk membunuhi para tersangka, "sasaran dengan nilai tinggi", di Pakistan dan Afghanistan. Pembunuhan tanpa proses pengadilan oleh pasukan militer AS telah jadi norma baru.

Cuma tiga hari setelah Osama bin Laden dibunuh di Abbottabad, Pakistan, satu serangan dengan menggunakan pesawat tanpa awak berpengendali jarak jauh menewaskan 15 orang dan melukai empat orang di Pakistan.

CNN melaporkan biro stasiun televisi itu di Islamabad telah menghitung empat serangan pesawat tanpa awak pada April dan separuh dari serangan pesawat tanpa awak sejak 17 Maret --yang menewaskan 44 orang di wilayah suku Pakistan.

Serangan paling akhir tersebut, menurut CNN, adalah yang ke-21 tahun ini. Pada 2010, 111 serangan dilaporkan dilancarkan. Komisi Haksa Asasi Manusia Pakistan memperkirakan 957 warga sipil yang tak bersalah jadi korban serangan semacam itu pada 2010.

Serangan terhadap tempat tinggal Osama memang berbeda dengan film laga Hollywood, saat sang pahlawan menerjang jendela lantai atas bangunan dan memberondongkan peluru. Tapi peristiwa itu mencuatkan tanda tanya mengenai keabsahan aksi "pasukan berani mati" Amerika.

Setelah keberhasilan pasukannya, pemerintah Amerika Serikat tampaknya mengoperasikan serangkaian naskah orang yang suka berperang. Pasukan khususnya dilaporkan "menghadapi perlawanan sengit di tempat tinggal Osama. Mereka terlibat baku-tembak selama 40 menit. Pemimpin Al-Qaida trsebut menggunakan salah seorang istrinya sebagai tameng manusia".

Sementara itu di Washington, Presiden Barack Obama dan penasehat seniornya menyaksikan kematian Osama bin Laden, yang

disiarpancarkan dari kamera di helm salah seorang anggota Navy Seal AS. Ketegangan tercermin di gambar yang diambil di ruang situasi Gedung Putih, Obama dengan serius memandang lurus ke depan sementara Menteri Luar Negeri Hillary Clinton dengan gugup menutup mulutnya.

Namun sekarang terbukti tak satu pun keterangan yang diberikan Amerika menyimpan kebenaran.

Tim AS nyaris tak menghadapi perlawanan. Mereka membuat terkejut Osama di satu pintu. Tentara yang terlibat dalam serangan itu pun menjelaskan Osama mundur ke dalam satu kamar, diduga berusaha menemukan senjata tapi belakangan pemimpin Al-Qaida tersebut ditembak tanpa memegang satu senjata pun.

Peristiwa itu mencuatkan tanda-tanya besar mengapa ia tak ditangkap hidup-hidup.

Pembunuhan Osama dan perubahan perincian penting yang diberikan pemerintah Obama juga memicu lahirnya sejumlah teori persekongkolan.

Desas-desus beredar di mana-mana, "bukan cuma di Pakistan --tempat serangan berlangsung-- dan di dunia Arab, tapi juga di Eropa" dan bahkan di AS sendiri, kata Robert Marquand di The Christian Science Monitor.

Sementara itu Damian Thompson mengatakan kepada The Telegraph bahwa fakta yang menyedihkan ialah teori persekongkolan, betapapun bloonnya, memang ada.

Thompson berpendapat orang mesti memperhatikan teori tersebut secara serius, bukan karena semua itu benar, tapi karena semua itu tidak benar dan menarik perhatian di berbagai belahan dunia.

Di antara teori tersebuat adalah Osama bin Laden tidak tewas; Ia masih hidup. Tapi ada teori lain yang menyatakan Osama sudah tewas bertahun-tahun lalu.

"Cuma orang tolol yang percaya mengenai kematian Osama baru-baru ini," kata pegiat anti-perang Cindy Sheehan di lama Facebook.

Yang benar menurut, versi lain, Osama telah tewas selama satu dasawarsa dan mayatnya diawetkan "di es" sampai kematiannya dapat diumumkan "pada saat politik yang tepat. Mayat Osama "dikubur" di laut untuk mencegah siapa pun mengetahui kapan sebenarnya ia meninggal".


Nodai perayaan

Cara Gedung Putih menangani serangan di Abbottabad pada 2 Mei mulai merusak perayaan yang meluap di jalan di berbagai kota besar Amerika, setelah kematian Osama diumumkan. Terlalu banyak keganjilan menandai peristiwa itu.

Tahun lalu, Presiden AS tesebut membut terkejut pengulas liberal dengan pengumumkan ia telah menyetujui "pembunuhan terarah" terhadap seorang warga AS, tokoh agama Islam Anwar Al-Awlaqi, yang diduga berada di Yaman.

Misi awal Mei kembali memperlihatkan pemerintah AS telah bertindak terlalu jauh dan menerapkan kebijakan hukuman mati tanpa proses pengadilan terhadap semua musuh yang paling dibencinya, bahkan saat mereka tak secara aktif terlibat dalam serangan teror.

Joan Smith menulis di Information Clearing House, "Sekutu berhasil menyeret tokoh papan atas Nazi ke pengadilan pada akhir Perang Dunia II, sekalipun mereka menimbulkan ancaman yang jauh lebih besar bagi Eropa ketimbang impian Osama bin Laden mengenai kembalinya kekhalifahan." Lalu mengapa Osama harus dibunuh saat tak bersenjata?

Saat terpilih, Obama diharapkan akan menandai perpisahan dari prilaku ala-cowboy selama pemerintah George W. Bush. Ia diharapkan "membawa angin perubahan" ketika kaum liberal merasakan solidaritas lagi dengan AS.

Osama bin Laden sama sekali bukan Hitler, Pol Pot, Idi Amin, atau Josef Stalin. Ia tak memimpin negara dan nyatanya selama beberapa tahun belakangan, hidupnya ternyata terkucil.

Meskipun lebih satu pekan setelah "pernyataan mengenai kematiannya", masyarakat internasional dijejali berita dramatis, rekaman video dan perincian lain mengenai serangan di Abbottabad, Pakistan.

Orang jadi mengait pembunuhan Osama dengan pemilihan umum berikut di Amerika Serikat, tahun depan.

Pembunuhan Osama telah diperlakukan seakan-akan itu adalah saat yang menentukan --seperti kemenangan Sekutu atas Jerman dan Jepang dalam Perang Dunia II.

Brendan O`Neill, redaktur Spiked Online, berkomentar yang terjadi di Pakistan adalah sekelompok kecil prajurit AS menembak dan membunuh seorang pria tua yang sakit-sakitan di satu rumah mewah. Ia cuma namanya saja menjadi pemimpin organisasi teror yang kian pecah.

O`Neill menyatakan kenyataannya ialah berita kematian Osama bin Laden menjadi hari besar buat kampanye pemilihan umum Obama tapi hari yang buruk buat sistem keadilan internasional.

Apa yang sesungguhnya diperintahkan oleh Panglima Tertinggi Militer AS ialah penghukuman mati dengan cara tembak di tempat terhadap seorang pria tua rapuh yang tak bersenjata yang mayatnya kemudian dibuat ke laut, tanpa otopsi. Seakan-akan Obama takut terhadap mayat itu.

Pada 1960 perwira Nazi Adolf Otto Eichmann dilaporkan dibius, diculik dan ditangkap di Argentina oleh agen dinas intelijen Israel, Mossad, setelah Eichmann melarikan diri dari Jerman dan tinggal di tempat persembunyian setelah Perang Dunia II.

Eichmann adalah salah seorang arsitek utama Holocaust, yang melibatkan kematian jutaan orang Yahudi dan pembunuhan lain.

Pengadilan terhadap Eichmann memicu kontroversi internasional, serta jadi daya tarik internasional tapi proses tersebut disiarkan langsung dengan beberapa pembatasan sehingga masyarakat di seluruh dunia dapat menyaksikan keadilan ditegakkan.

Eichmann digantung pada 31 Mei 1962, di satu penjara di Ramla, sebelum mayatnya dikremasi dan abunya disebarkan di perairan internasional Laut Tengah guna memastikan tak ada negara yang menjadi tempat peristirahatan terakhirnya.

Jika dibuat perbandingan mengenai aksi kejahatan yang dilakukan, Osama dipandang tak ada apa-apanya dengan apa yang telah dilakukan oleh Eichmann dan lingkaran dalam pemimpin Nazi Adolf Hitler.

Namun pemerintah Barat lah yang mencekoki, mengembangkan dan memupuk reputasi Osama menjadi orang yang paling ditakuti, paling dicari dan paling jahat yang hidup.

Namanya secara sengaja digunakan untuk membuat panik warga biasa Amerika sehingga tak mengherankan bahwa anak sekolah menengah dan anak lain di New York menanggapi dengan kegembiraan serta turun ke jalan saat mereka mendengar Obama mengumumkan pemimpin Al-Qaida itu telah tewas.(*)


C003/A011

Oleh Chaidar A
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2011