Kami tidak ada hubungan sama sekali dengan kontrak atau keputusan pembelian pesawat itu"Batam (ANTARA News) - Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu membantah sinyalemen yang menyebutkan uaminya, Adi Harsono, menjadi calo pembelian 15 pesawat MA-60 buatan Xian Aircraft International Industry yang didanai pinjaman konsesi atau pinjaman lunak Pemerintah China.
"Kami tidak ada hubungan sama sekali dengan kontrak atau keputusan pembelian pesawat itu," kata Mari kepada wartawan setelah bertatap muka dengan beberapa pengusaha dan pejabat Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam Bintan, Karimun, dalam Forum Ekspor di Batam, Jumat malam.
Bantahan itu dikemukakan Mari menanggapi tudingan bahwa Adi Harsono menjadi broker pembelian 15 unit MA-60.
Dalam Pertemuan Internasional ke-7 Komisi Bersama Indonesia-China mengenai Kerjasama Ekonomi, Perdagangan dan Teknik tahun 2005 di Beijing, Pemerintah China bersedia menyediakan pinjaman konsesi bagi pembelian 15 pesawat MA-60 oleh Merpati.
Fasilitas itu beberapa tahun kemudian direalisasikan, tetapi kini dipermasalahkan DPR setelah pada 7 Mei 2011 satu MA-60 Merpati jatuh di perairan Kaimana, Papua Barat dengan menewaskan para penumpang dan awaknya.
Mari menyatakan, selaku Ketua Komisi Bersama Indonesia-China (Indonesia-China Joint Commission) hanya berposisi mendengar laporan dan mengoordinasi berbagai hal yang dibahas antara lain mengenai perdagangan, investasi dan pinjaman konsesi (pinjaman lunak berjangka waktu 15 tahun) untuk infrastruktur seperti Jembatan Suramadu, dan MA-60 untuk Merpati.
"Keputusan mengenai "conssesional loan" maupun pesawat MA-60 ada di tangan China dan Merpati. Kami pun tidak dalam posisi posisi menjajaki, hanya mengoordinasi laporan berbagai isu bilateral yang dibahas komisi bersama kedua negara," katanya.
Dalam `Joint Commission Indonesia-China" terdapat `joint working group` (kelompok kerja) yang trediri dari unsur kementerian terkait. Mengenai pinjaman konsesi yang memimpin adalah Bappenas, ujar Mari.
Pembeli pesawat MA-60 adalah Merpati. Karena perusahaan itu BUMN, keputusannya dikoordinasikan dengan Kementerian Negara BUMN, sedangkan mengenai kelayakan atau keamanan pesawat tersebut yang membawahi adalah Kementerian Perhubungan, katanya.(*)
ANT
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2011