Target mengakhiri HIV/AIDS pada tahun 2030
Untuk mengakhiri HIV/AIDS, setidaknya tiga kondisi berikut harus terpenuhi, antara lain tidak ada infeksi baru virus HIV, tidak ada kematian akibat AIDS, serta tidak ada stigma dan diskriminasi.
“Stigma dan diskriminasi juga penting karena biasanya orang HIV itu dijauhi. Apalagi kalau anak-anak yang HIV positif, kasihan sekali, padahal mereka harus bersekolah, harus mendapatkan kesempatan yang sama untuk bermain bersama anak-anak seusianya,” tutur Nadia.
Baca juga: Kasus HIV/AIDS di Tanjungpinang naik jadi 77 orang di 2021
Ia menekankan bahwa tidak seharusnya masyarakat menjauhi ODHA sebab penularan virus HIV hanya melalui kontak cairan tubuh seperti darah lewat penggunaan jarum suntik dan sperma lewat hubungan seksual tanpa kondom.
"Jangan jauhi ODHA, tetapi jauhilah virusnya supaya stigma dan diskriminasi itu tidak terjadi," sambungnya.
Prof. Dr. dr. Zubairi Djoerban, SpPD-KHOM yang menemukan kasus AIDS pertama di Indonesia berkat penelitiannya terhadap 30 waria di Jakarta yang dilaporkan pada Departemen Kesehatan (Depkes) tahun 1987 di Bali berpendapat bahwa perlindungan HAM--termasuk mencegah stigma--bagi ODHA merupakan hal esensial. Selain untuk nilai-nilai kemanusiaan, HAM juga penting untuk mendukung program pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS yang efektif.
Hal tersebut ia sampaikan dalam bukunya yang berjudul “Dokter, Teruslah Belajar Refleksi 70 Tahun Perjalanan Zubairi Djoerban”.
"Epidemi HIV masih terus berkembang di negara-negara, di masyarakat di mana manfaat HAM dan kemajuan ilmu pengetahuan tidak bisa dinikmati secara adil oleh masyarakat. AIDS masih merupakan penyebab kematian penting," kata pakar hematologi-onkologi dari Universitas Indonesia tersebut.
Menurut Prof Zubairi, terdapat beberapa kunci keberhasilan pencegahan dan penanganan HIV/AIDS, salah satunya dengan melakukan testing masif pada kelompok risiko tinggi, misalnya pada transgender, LSL, dan pengguna Napza dengan jarum suntik.
Baca juga: Risiko ODHA terkena COVID-19 sama seperti yang orang umumnya
Selain itu, program ART, ketersediaan dan penggunaan kondom, program harm reduction, program prevention mother to child treatment (PMTCT), pendidikan seksualitas komprehensif, hingga penggunaan obat pre-exposure prophylaxis (PrEP), juga dapat mendorong keberhasilan pencegahan dan penanganan HIV/AIDS.
Saat ini Indonesia berkomitmen untuk mengakhiri AIDS pada 2030 melalui indikator triple 95 sesuai dengan yang ditetapkan United Nations Programme on HIV/AIDS (UNAIDS), yakni 95 persen orang dengan HIV (ODHIV) mengetahui statusnya, 95 persen ODHIV mendapatkan pengobatan antiretroviral (ARV), dan 95 persen ODHIV yang mendapatkan ARV virus load-nya tersupresi.
Dari estimasi total ODHIV sebanyak 543.100 jiwa pada 2020, Nadia mengatakan Indonesia baru menemukan sekitar 359.000 atau 65 persen kasus HIV yang terdeteksi. Dengan kata lain, masih terdapat 35 persen kasus yang belum ditemukan.
Selanjutnya, bagian yang menjadi penting dan cukup sulit yakni memastikan keberlanjutan pengobatan ARV pada ODHA. Per Maret 2021 saja, jumlah ODHA yang lost to follow up atau putus obat mencapai angka 65.508 orang dan yang menghentikan pengobatan sebanyak 144.632 orang.
Nadia memberi imbauan agar para ODHIV tetap patuh dalam pengobatan walaupun merasa bosan harus meminum obat setiap hari dan seumur hidup.
“ARV itu sangat memberikan manfaat pada diri ODHIV karena akan meningkatkan kualitas kehidupannya. Jangan lupa lakukan pemeriksaan virusnya karena dengan virus yang semakin rendah itu tidak menjadi sumber penularan kepada orang lain,” sambungnya.
Untuk mencapai target triple 95, Nadia juga menekankan agar pemerintah daerah senantiasa berkoordinasi dengan pemerintah pusat mengenai data pelaporan kasus HIV/AIDS.
Ia berharap melalui standar pelayanan minimal (SPM) yang berlaku di kabupaten/kota, pemerintah daerah segera mengakselerasi kembali upaya-upaya penemuan dan penanganan kasus HIV di wilayahnya.
Baca juga: UNAIDS: COVID-19 bisa picu lonjakan HIV di Afrika Barat dan Tengah
Baca juga: Kenali AIDS, dari gejala hingga pencegahan
Baca juga: Tidak punya KTP bukan halangan penderita HIV dapat vaksin COVID-19
Editor: Ida Nurcahyani
Copyright © ANTARA 2021