"Kita tahu ada beberapa BUMN industri pertahanan yang membutuhkan dana dalam memperkuat manajemen produksinya, yakni PT PAL Indonesia dan PT Dirgantara Indonesia (DI)," kata Sjafrie usai Tabligh Akbar di Kantor Kemhan, Jakarta, Jumat.
Sementara untuk PT Pindad, lanjut dia, dilihat dari kemampuannya sudah cukup.
PT Krakatau Steel sendiri yang juga merupakan BUMN bukan membutuhkan dana, melainkan terobosan regulasi.
"Ini sudah dipikirkan pemerintah dengan mengurangi pembiayaan, pemberlakuan biaya bea masuk terhadap bahan baku. Tapi, yang paling penting adalah suntikan dana untuk memperkuat produksi industri pertahanan nasional," tutur Sjafrie.
Menurut dia, pemerintah sebagai pembeli memberi peluang itu, seperti pada 2011 ini Kemhan membeli sekian juta amunisi kepada PT Pindad, namun PT Pindad harus mempunyai biaya produksi.
Ia mengatakan, perlu juga ada perhatian dari perbankan nasional dan Kementerian BUMN untuk memformulasikan kekuatan kemampuan produksi BUMN.
"Ini ada pembagian tugas. Ini semua dikelola oleh Komite Kebijakan Industri Pertahanan (KKIP), yang diketuai oleh Menhan Purnomo Yusgiantoro," paparnya.
Sjafrie mengatakan, perlu adanya kekuatan industri pertahanan dalam negeri, baik yang dikelola oleh pemerintah (BUMN) atau swasta agar kekuatan industri pertahanan nasional bisa mandiri.
"Kemandirian membangun industri pertahanan jangan dibaca absolut. Kita sekarang membangun panser, tetapi kita ingin membangun sendiri. Langkah kita ke depan, mesin itu mungkin bisa sendiri namun tetapi komponen bisa saja dari luar negeri. Yang harus kita lakukan dengan cara membangun pabrik komponen," ujarnya.
(*)
Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2011