Fisika adalah ilmu yang sangat menantang"
Jakarta (ANTARA News) - Fisika itu mengerikan, penuh rumus-rumus yang harus dihafal, berdigit-digit angkat yang harus dihitung, dan persamaan-persamaan yang bikin otak jumpalitana. Itu kata kebanyakan orang, tapi tidak bagi Evan Laksono.
Bagi Evan, belajar fisika itu laksana meminum air laut, semakin banyak diteguk, semakin haus dirasakan.
"Saya suka Fisika karena dengan fisika hal-hal yang berada di sekitar kita bisa dijelaskan dengan logika," kata Evan ketika ditemui di Bandara Soekarno-Hatta, Banten, Selasa petang lalu.
Hari itu, Evan dan rekan-rekannya dari Tim Olimpiade Fisika Indonesia (TOFI) baru saja tiba dari Tel Aviv, Israel, untuk mengkikuti Asian Physics Olympiad (APho) yang telah berlangsung dari tanggal 1 sampai 9 Mei lalu.
Dalam kompetisi fisika yang diikuti 16 negara seantero Asia itu Evan menggondol medali emas, sementara dua temannya Erwin Handoko Tanin dan Limiardi Eka Sancerio meraih Honorable Mention.
"Fisika adalah ilmu yang sangat menantang, awalnya memang terasa susah tetapi semakin lama semakin menyenangkan karena rasanya bangga ketika bisa menyelesaikan soal yang lebih sukar," kata siswa SMAK IPEKA Tomang Jakarta itu.
Ah rupanya dia menyukai menantang dan menguji adrenalin. Kalau di Formula 1 mungkin dia itu Sebestian Vettel, atau kalau di militer dia anggota Team Six Navy Seal yang gemar mempertaruhkan nyawa untuk tugas-tugas marabahaya seperti ketia mereka menamatkan riwayat hidup Osama bin Laden.
Ilmu fisika yang dipahami Evan bukan tentang bagaimana menghafal sebanyak mungkin rumus dan persamaan. Bukan pula berusaha secepat mungkin berhitung dan mendapatkan hasil yang tepat.
"Bagi saya belajar Fisika adalah mencari makna rumus-rumus, bukan menghafal. Jika bisa memahami rumus itu maka akan otomatis bisa mengingatnya sehingga kita bisa menjelaskan fisika dengan sederhana sehingga orang lain bisa mengerti," selorohnya penuh semangat.
Wuihh, filosofi belajar yang canggih nan menentang keumuman. Tapi, bukankah ini yang menjadi rahasia sukses belajar bangsa-bangsa inovatif seperti Jepang dan Amerika Serikat?
Evan merasa banyak manfaat yang dirasakannya dengan belajar fisika. Subjek ini membantunya berpikir kritis, sistematis, dan logis. Tapi, lebih dari itu, dalam kehidupan sehari-hari dia juga menemukan manfaat yang menyenangkan.
"Dalam kehidupan sehari-hari kita bisa merasakan manfaat fisika ketika kita melihat alat tertentu yang baru kita temui. Kita jadinya bisa memahami cara kerjanya, manfaat, dan kegunaannya," ujar Evan dengan mata berbinar.
Determinasi Tinggi
Evan mengakui sudah tertarik kepada fisika sejak menginjak bangku Sekolah Penengah Pertama.
Putera tunggal pasangan Williamto Laksono dan Emmy Sutedja itu bahkan pernah meraih medali emas di bidang Fisika dalam Olimpiade Sains Nasional (OSN) ketika masih duduk di bangku SMP.
Ia kembali meraih medali emas di ajang serupa ketika duduk di kelas dua SMA.
Namun kemampuannya dalam Fisika banyak berkembang setelah diasah di TOFI yang berada dibawah bimbingan Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP) Surya di Tangerang, Banten.
Di TOFI, Evan mengakui diberi kebebasan untuk belajar. Dia boleh memakai buku apa saja, mengeskplorasi rumus-rumus dari mana saja, dan boleh berdiskusi dengan para pengajarnya.
"Yang penting kami mendapatkan sesuatu dari situ. Kami juga tidak pernah langsung divonis salah jika mengerjakan soal, asal kami bisa menjelaskannya secara logis dan sistematis. Jika jawaban kami lebih benar, guru akan mengakuinya," papar remaja "sweet seventeen" itu.
Dan memang, sebelum berangkat ke Tel Aviv, Evan dan keempat rekannya digembleng selama enam bulan di STKIP Surya dibawah bimbingan tiga doktor bidang Fisika yakni Dr. Hendra Kwee, Dr Zainul Abidin, dan Dr Herry Kewee.
Di bawah bimbingan tiga pengajar itu, Evan dan kawan-kawan selama hampir selama enam bulan, dari Senin hingga Sabtu, belajar dan mengerjakan soal-soal Fisika.
Selama waktu itu mereka menghabiskan waktu lima bulan untuk mempelajari berbagai teori yang telah dipersiapkan dalam silabus. Lalu, hampir dua bulan hanya fokus kepada penyelesaian soal-soal olimpiade.
Yang paling berkesan bagi ketiga pengajar itu, bukan kemampuan dan kecerdasan Evan dalam memahami dan mengerjakan soal, tetapi kemauannya untuk belajar.
"Dia berbeda dari anak-anak seumurannya, dia mempunyai determinasi tinggi. Kita tidak perlu menyuruh untuk belajar, malah dia yang akan mencari kita," kata Dr Herry.
Bertanggung Jawab
Ibundanya sendiri Emmy, menyebutkan bahwa puteranya itu memang memiliki kemauan belajar yang tinggi.
Tetapi bukan berarti Evan tidak punya hobby lain selain membaca. Dua juga pandai bermain piano dan bulu tangkis.
"Dia menghabiskan banyak waktu untuk membaca dan belajar. Tetapi dia juga suka bermain, hanya saja bukan tipe yang maniak," tambah Emmy.
Tetapi, Emmy meneruskan, dia mendidik putera semata wayangnya tidak dengan disiplin yang berlebihan. Ia malah mempercayai anaknya untuk membuat keputusan termasuk dalam hal belajar.
"Saya mengatur jadwal belajarnya hanya sampai dia kelas tiga sekolah dasar. Setelah itu dia sudah bisa mengatur dirinya sendiri," papar Emmy.
"Saya mengajarinya untuk bertanggung jawab kepada dirinya sendiri."
Tidak heran jika kemudian Evan mendapatkan beasiswa semenjak dia duduk di bangku SMP hingga bangku SMA.
Hebatnya lagi, berkat prestasi dan kecerdasannya Evan mendapat kesempatan untuk melanjutkan pendidikan di Universitas Nasional Singapura, dengan fasilitas beasiswa penuh.
Kini, Evan bersiap menghadapi World Physics Olympiad (WoPhO) yang rencananya digelar di Lombok, Nusa Tenggara Barat, Desember mendatang.
Besar peluang dia untuk kembali mempertahankan tradisi juara Indonesia dalam olimpiade fisika internasional. Sebelumnya Indonesia selalu meraih medali emas dalam APhO sejak 2005.
Dalam kompetisi ilmu pengetahuan yang pertama kali digelar pada 2000 itu Indonesia telah meraih 23 medali emas, 15 perak, 27 perunggu dan 35 Honorable Mention.
Sementara di kompetisi International Physic Olympiad (IPhO) yang pertama kali diselenggarakan pada 1993, Indonesia telah mengoleksi 20 medali emas, 18 perak, 25 perunggu, dan 15 Honorable Mention. Setelah tahun 2002, Indonesia selalu meraih medali emas. (*)
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2011