"Saat ini kami tidak memperoleh informasi apa-apa dari AS," kata Menlu Hassan Wirajuda.

Jakarta, 6/1 (ANTARA) - Pemerintah Indonesia tidak tahu secara pasti apakah Hambali masih hidup atau tidak karena selama ini Jakarta tidak mendapatkan cukup informasi dari Amerika Serikat --pihak yang sejak Agustus 2003 menahan Hambali atas tuduhan terlibat serangkaian kegiatan terorisme-- tentang keberadaan warga negara Indonesia itu. Untuk itu, dalam kesempatan kunjungan Menlu AS Condoleezza Rice ke Jakarta pada 8-10 Januari mendatang, Indonesia kembali akan meminta AS untuk memenuhi janjinya memberikan akses langsung kepada Hambali. "Mudah-mudahan," jawab Menteri Luar Negeri, Hassan Wirajuda, di Jakarta, Jumat, ketika ditanya apakah Indonesia yakin Hambali sebenarnya masih hidup. "Saat ini kami tidak memperoleh informasi apa-apa dari AS," katanya. Hassan yang ditanyai wartawan usai menyampaikan pernyataan pers tahunan di Gedung Deplu, mengakui bahwa selama ini Indonesia mengalami kesulitan untuk mendapatkan informasi tentang keberadaan Hambali. Sejak pertemuan Presiden George W Bush dan presiden RI sebelumnya, Megawati Soekarnoputri, di Bali pada tahun 2003, kata Hassan, Indonesia sebenarnya telah menagih janji AS untuk memberikan informasi tentang Hambali. "Sejauh ini memang tidak banyak informasi yang kita peroleh tentang keberadaan Hambali, terlebih lagi juga informasi-informasi yang mungkin mereka (AS, red) peroleh dari proses interogasi yang juga bermanfaat bagi upaya kita memerangi terorisme di dalam negeri," kata Menlu. Dalam kesempatan pertemuan dengan Condoleezza Rice pada 9 Januari nanti, ujar Menlu, Indonesia kembali akan mengingatkan AS tentang isu Hambali. Tidak hanya tentang Hambali serta kerjasama anti-terorisme, Hassan juga mengatakan Indonesia akan mengagendakan kaburnya WNI lainnya yang sebelumnya ditahan AS karena kasus terorisme, Umar Al-Farouq, sebagai isu yang akan dibahas dalam pertemuan tersebut. Umar Farouq, pria berkebangsaan Kuwait yang ditangkap di Indonesia dan menjadi tahanan AS, dilaporkan telah kabur dari penjara militer AS, Baghram, di Afghanistan pada bulan Juli 2005, namun berita tersebut baru diketahui media massa pada 2 November 2005. Menurut informasi dari berbagai sumber, Condoleezza Rice dijadwalkan tiba di Jakarta Minggu (8 Januari) dan pada 9 Januari akan bertemu Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan sejumlah pejabat tinggi negara lainnya, antara lain Menlu Hassan Wirajuda, Menko Polhukkam Widodo AS, Menko Perekonomian Boediono, Menteri Pertahanan Juwono Sudarsono dan Ketua DPR-RI Agung Laksono. Menlu Hassan Wirajuda, Jumat, mengatakan hingga kini pihak RI belum menerima informasi secara rinci dari pihak Rice tentang agenda apa yang ingin dibahas AS dalam kunjungan pertamanya ke Indonesia itu. Namun Hassan melihat kunjungan Menlu AS itu menunjukkan peningkatan apresiasi dan makin luasnya pandangan AS dalam melihat Indonesia sebagai negara demokrasi terbesar ketiga serta berpenduduk muslim terbanyak di dunia. "Jadi AS memandang Indonesia dengan gambaran yang lebih luas daripada sekedar masalah pelanggaran HAM, masalah Timika, dan reformasi militer," katanya. Sementara itu, sejumlah kalangan melihat bahwa kunjungan Menlu AS ke Indonesia itu antara lain merupakan bukti penghargaan AS terhadap kemampuan Indonesia menangani terorisme serta pengakuan terhadap kepemimpinan Indonesia di kawasan Asia Tenggara maupun hubungan antar-negara di Asia Timur.(*)

Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2006