Jakarta (ANTARA News) - Namanya belumlah mencapai tingkat seperti telah direngkuh Dagadu atau Joger, namun Panjatan Batavia jelas sebuah inovasi. Hebatnya lagi, inovasi itu lahir dalam serba keterbatasan. Namun yang penting itu telah bersumbangsih kepada upaya memberdayakan warga miskin.

"Panjatan itu kan tangga, dan Jakarta itu Batavia," kata Susilowati, lalu agak berpromosi, "Panjatan Batavia itu bukan kaos sembarang kaos, tetapi kaos yang memiliki nilai edukasi."

Desainnya unik-unik dan umumnya mengambil sejarah Jakarta, misalnya mengenai cerita Tugu Monas dan Patung Pancoran. Harganya variatif, Rp50.000 untuk dewasa, dan Rp 30.000 untuk anak.

Susilowati berharap Panjatan Batavia bisa sebesar Dagadu dan Joger, sekaligus menjadi salah satu ciri khas Jakarta, seperti halnya Dagadu dan Joger yang menjadi oleh-oleh wajib bagi mereka yang melancongi Yogyakarta dan Bali.

Susilowati adalah pendamping Kelompok Usaha Bersama (KUBE) Inovasi VX. Harap diketahui, KUBE adalah salah satu program inovasi pemberdayaan kaum miskin dari Kementerian Sosial.

Merek kaos "Panjatan Batavia" adalah juga nama lain KUBE Inovasi VX yang dibentuk dari pengembangan 13 KUBE di wilayah Paseban dan Kenari. Dua wilayah ini adalah berada di area Jakarta Pusat.

Pada 2010, KUBE Inovasi VX Panjatan Batavia yang berlokasi di Jl. Paseban Timur V, Kelurahan Paseban, Kecamatan Senen, Jakarta Pusat itu terpilih sebagai KUBE Berprestasi Tingkat Provinsi tahun 2010. Lebih dari 100 KUBE se-DKI Jakarta tak bisa menyamai prestasinya.

Setiap KUBE memiliki seorang pendamping terlatih dari sebuah KUBE berada. Para pendamping KUBE ini diambil dari pekerja sosial masyarakat (PSM).

"Supaya sebuah KUBE berhasil, ada pendamping terlatih untuk mendampinginya. Harus dari desa itu. Untuk mengambil anggaran harus ada proposal, harus ada laporan dari pendamping ke tingkat daerah baru ke pusat," papar Teguh Haryono, Direktur Penanggulangan Kemiskinan Pedesaan, Kementerian Sosial.

Susilowati adalah satu dari belasan ribu pendamping KUBE di seluruh Indonesia. Tentu saja dia juga seorang dari beberapa yang paling berhasil.

Sebelum terjun ke lapangan, para pendamping itu dilatih selama satu minggu di balai pendidikan dan latihan. "Supaya tahu tugas yang akan diembannya," kata Teguh.

Susilowati menjalankan fungsi itu dengan baik. Buktinya adalah keberhasilan KUBE Inovasi XV.

Dia bercerita tentang KUBE-nya itu, "Awalnya dari pedagang-pedagang orang miskin dibentuk KUBE. KUBE itu ada yang makanan seperti warteg, minuman jus, dan gorengan."

Susilowati merasa makanan dan minuman adalah mata dagangan yang tak bisa disimpan lama. Dia dan rekannya lalu berinisiatif membuat KUBE yang menjual produk yang lebih tahan lama.

"Kita punya ide membuat kelompok lagi yang awet, lalu kita bikinlah kaos. Terus kita utarakan ke pembina," sambung Susilowati.

Nah, setelah pembina menyetujui ide mereka itu, tugas Susilowati selanjutnya mencari nama merek kaos jualannya. Akhirnya, mereka dapatkan merek 'Panjatan Batavia.' Berikutnya, mereka mendapatkan penjahitnya.

Para penjahit itu berasal dari sekitar Paseban. Mereka ditanyai apakah mau bergabung dengan 'Panjatan Batavia' tanpa meninggalkan pekerjaan tetap mereka.

Akhirnya, didapatkanlah empat penjahit profesional. Tapi sesungguhnya mereka kini total memiliki sembilan penjahit. Salah satu dari mereka adalah Rafik.

Pria berusia 44 tahun ini sudah berkecimpung di dunia konveksi sejak 1997. Panjatan Batavia memberinya penghasilan tambahan Rp3 juta sebulan. Uang sebesar ini sudah cukup memberinya modal usaha, biaya sekolah anak dan kehidupan sehari-hari.

Muncul kemudian sedikit masalah, yaitu kurangnya tenaga pemasar agar bisa bernegosiasi dengan calon pembeli. "Masih polos, masih jujur," kata Susi. "Belum bisa melobi," timpal Rafik.

Kendati begitu, mereka jalan terus, meskipun belum satu pun toko dimiliki "Panjatan Batavia". Namum, pesanan terus berdatangan. Selain itu, mereka kerap mengikuti pameran seperti di arena Pekan Raya Jakarta atau bazaar Ramadan di Lapangan Banteng.

Prakarsa sendiri

Lalu, dari manakah mereka memodali diri? Untuk LUBE Inovasi XV, dana ditarik dari iuran KUBE di wilayah Susilowati bertugas. Rata-rata, setiap anggota KUBE membayar Rp1.000 per hari.

Panjatan Batavia tidak bisa dipisahkan dari Kelurahan Paseban, Jakarta Pusat, karena seperti disebut Susilowati, Panjatan Batavia adalah pengembangan KUBE yang ada di Paseban.

Di Paseban, KUBE Iovasi XV masih memusatkan pada usaha makanan.

Umumnya yang aktif di kelompok usaha ini adalah para ibu. Dua di antara mereka adalah Sophia dan Masunah.

Dua perempuan ini membanting tulang demi menghidupi keluarganya karena suami mereka tidak bekerja. Sophia berjualan gorengan, sedangkan Masunah berjualan nasi uduk.

Sebelumnya mereka kesulitan mengembangkan usaha, namun berkat dana Kementerian Sosial melalui KUBE, mereka kini bisa mengembangkan usaha mereka.

Dana itu mereka peroleh secara bertahap. Pada tahun pertama mereka mendapat Rp500.000. Kemudian tahun berikutnya, mereka memperoleh Rp1 juta sebagai modal usaha.

"Tadinya saya dagang dua rasa, kemudian bisa tambah," kata Sophia yang berjualan risoles, combro dan jenis gorengan lain.

Gorengan ini cukup membantu perempuan berusia 42 tahun itu dalam menghidupi kelima anaknya, tiga diantaranya masih sekolah, dua lagi sudah bekerja.

Dengan suntikan dana melalui KUBE, Sophia bahkan bisa mencicil sepeda motor yang digunakannya untuk mengantarnya berbelanja ke pasar.

"Enam bulan lagi lunas," kata Sophia.

Masunah lain lagi. Dengan bantuan modal dana melalui KUBE, dia mengembangkan usaha makanan yang sudah lama digelutinya. "Selain jual nasi uduk, juga jual kerudung. Saya puterin uangnya biar nggak cepat habis," kata ibu dua orang anak itu.

Jangan salah, maksud Masunah "memutarkan modal" adalah dengan menawarkan barang yang umumnya pakaian muslim, dengan sistem kredit. Ya, seperti umum dilakukan ibu-ibu rumah tangga.

Tidak hanya mengembangkan usaha, Masunah juga sukses mengkaryakan suaminya. Masunah juga berhasil menyekolahkan kedua anaknya, bahkan seorang diantaranya barus saja menyelesaikan studi si sebuah perguruan tinggi di Jakarta.

Tidak itu saja. Tambahan penghasilan dari berjualan kerudung telah membantu Masunah mempercantik bangunan rumahnya. Kini rumahnya itu serasa rumah baru.

Itulah salah satu dari ribuan cerita sukses tentang KUBE, program yang dipromosikan Kementerian Sosial.

Menurut Teguh Haryono, pada 2010 kira-kira ada 12 ribu KUBE di seluruh Indonesia. Satu provinsi rata-rata memiliki 400 KUBE.

Tetapi, demikian Teguh Haryono, KUBE-KUBE itu tidak semuanya berhasil baik. Pada 2008 tingkat keberhasilan KUBE adalah 40-60%. Teguh belum mengetahui tingkat keberhasilan KUBE pada 2009 dan 2010.

Yang pasti, inisiatif itu telah membantu masyarakat miskin untuk bangkit menapaki hidup sejahtera.

"KUBE adalah himpunan dari kelompok yang tergolong dari masyarakat miskin yang dibentuk, tumbuh dan berkembang atas dasar prakarsa sendiri saling berinteraksi satu dengan lain dan tinggal dalam satu wilayah sendiri," kata Teguh.

Dalam satu kelompok itu terdapat 10 Kepala Keluarga yang tinggal dalam satu wilayah, sedangkan jenis usaha tergantung kepada keinginan kelompok. Dana KUBE akan dikirim oleh Kementerian Sosial ke rekening milik KUBE-KUBE itu.

Bagi Anda yang tertarik mendapatkan dana KUBE, Anda harus membuat proposal yang diajukan dari desa ke kecamatan, kemudian ke kabupaten, provinsi, dan akhirnya ke pusat.

"Bila mengajukan proposal tahun ini dan bila memenuhi syarat maka dana akan diberikan pada tahun 2012. Dana itu juga harus diperhitungkan dengan anggaran negara," demikian Teguh Haryono.

Formula KUBE mungkin tidak ideal, tapi amat membantu dan mendorong masyarakat miskin hidup sejahter.

Bersama inisiatif-inisiatif lainnya, KUBE bisa membantu menekan angka kemiskinan, sekaligus membantu masyarakat miskin yang menurut data BPS tahun 2010 angkanya mencapai 31,02 juta, hidup sejahtera. (*)

Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2011