Jakarta (ANTARA News) - Gubernur Bank Indonesia (BI) Burhanuddin Abdullah mengaku optimistis bahwa nilai tukar rupiah akan terus menguat terhadap dolar AS karena banyaknya aliran dana jangka pendek yang masuk serta laju inflasi bulanan yang rendah. "Kami sangat optimis karena semuanya berjalan sesuai yang ditetapkan," kata Burhanuddin di Jakarta, Jumat, menanggapi menguatnya nilai tukar rupiah yang sudah mencapai 9.590 per dolar AS, atau menguat sekitar 250 dibanding perdagangan pekan lalu. Dijelaskannya, kondisi pasar saat ini mendorong penguatan nilai tukar rupiah, karena masuknya aliran dana jangka pendek dalam investasi portofolio. "Kita mengharap dana yang masuk adalah jangka panjang, tetapi bagaimanapun ini sudah tanda-tanda awal sebuah recovery yang sangat baik," katanya. Dari sisi inflasi, diperkirakan inflasi bulanan atau penghitungan kwartal ke kwartal tidak akan seburuk tahun lalu, yang melonjak akibat kenaikan harga minyak pada Oktober 2005. Burhanuddin juga mengatakan pada 13 Januari mendatang, dalam acara "bankers dinner", BI akan mengeluarkan sejumlah peraturan baru mengenai perbankan, antara lain perubahan Peraturan Bank Indonesia (PBI) nomor 7/2/2005 tentang Kualitas Aktiva Produktif. "PBI 7/2 akan diperbaiki cara pelaksanaannya. Secara prinsip akan tetap, karena itu merupakan best practises di dunia internasional. Tetapi dalam aplikasinya kita akan sesuaikan dengan kondisi setempat," katanya. Namun, ia menyanggah kalau BI melonggarkan peraturan yang banyak dikeluhkan perbankan tersebut. "Bukan dilonggarkan, tetapi pelaksanaannya dijadwal dengan lebih baik. Kemudian, kita lihat kondisi internal perbankan yang tujuannya untuk memberikan ruang bagi perbankan untuk melanjutkan kembali intermediasi," katanya. PBI 7/2 banyak dikeluhkan kalangan perbankan karena memuat aturan penyeragaman konsep satu obligor satu proyek, atau penyamaan kolektibilitas kredit dalam sebuah proyek pada semua bank yang memberikan kredit. Sebelumnya, Dirut Bank BNI Sigit Pramono mengatakan rasio kredit bermasalahnya meningkat sekitar 3-4 persen menjadi 16 persen akibat diberlakukannya PBI tersebut sejak Januari 2005.(*)
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2006