Beijing (ANTARA) - Pasangan suami-istri muda di Provinsi Jiangxi, China, tewas keracunan dengan meninggalkan delapan anak.

Tewasnya pasutri berusia 30-an tahun itu menyita perhatian publik mengingat otoritas setempat sangat ketat menerapkan program keluarga berencana.

Anak terakhir pasutri tersebut masih berusia sembilan bulan, demikian media China, Minggu.

Pasangan itu tewas saat sedang mandi di salah satu rumah kontrakan di Kota Zhuting.

Dalam penyelidikan dan hasil uji forensik terungkap bahwa kedua korban tewas karena keracunan karbon monoksida.


Baca juga: ISO publikasikan standar pertama untuk survei kelautan

Keluarga pasutri tersebut menolak diautopsi untuk penyelidikan lebih lanjut sebagaimana laporan media setempat.

Delapan anak korban yang terdiri dari enam perempuan dan dua laki-laki kini diasuh oleh neneknya yang berusia 60 tahun dan paman beserta bibi yang masih berusia 30 tahun.

Pemerintah daerah setempat memberikan uang santunan kepada nenek korban sebesar 20.000 yuan (Rp45 juta) dan subsidi setiap anak korban sebesar 1.200 yuan (Rp2,7 juta) per bulan hingga mereka berusia 18 tahun.

Baca juga: GLOBALink: Jalur kereta cepat baru akan dukung perjalanan antara Ganzhou dan Shenzhen

Beberapa warganet di China bertanya-tanya kenapa pasutri muda itu memiliki delapan anak di tengah kebijakan ketat program keluarga berencana.

Pejabat lokal kepada media mengaku telah melakukan pendekatan persuasif kepada kedua korban agar tidak menambah anak lagi setelah kelahiran anak keempat.

Namun pasutri tersebut tetap bersikeras menginginkan menambah anak lagi sehingga otoritas setempat tidak bisa mengintervensi lebih dalam urusan rumah tangga warganya.

Sejak 2015, otoritas China memang telah melonggarkan kebijakan registrasi keluarga sehingga anak-anak yang baru lahir bisa dimasukkan dalam daftar keluarga selama kedua orang tua mereka hadir di tempat pendaftaran dan memiliki akta kelahiran.


Baca juga: Afghanistan akan dapat Rp4 triliun untuk makanan dan kesehatan

Baca juga: PBB sebut pelanggaran HAM berat di Myanmar makin mengkhawatirkan

Pewarta: M. Irfan Ilmie
Editor: Fardah Assegaf
Copyright © ANTARA 2021