Jakarta (ANTARA) - Berdasarkan rekaman sejarah Tanah Air, kesadaran tentang pentingnya peran perempuan dalam kancah gerakan politik salah satunya muncul melalui keberadaan Kaukus Perempuan Politik Indonesia (KPPI).
KPPI yang didirikan pada 17 Agustus 2000 merupakan wadah perjuangan perempuan lintas partai politik dan para aktivis perempuan dari beragam organisasi masyarakat sipil. Mereka bersinergi mendorong peningkatan keterwakilan para perempuan Indonesia di lembaga-lembaga pengambil keputusan, baik dalam ranah legislatif maupun eksekutif, bahkan lembaga strategis lainnya.
Aktivis perempuan yang juga merupakan salah satu pendiri KPPI, yaitu Miranty Abidin saat menjadi pemateri dalam webinar nasional Koalisi Perempuan Indonesia bertajuk “Refleksi 20 Tahun Gerakan Politik Perempuan” dipantau dari Jakarta, Sabtu (11/12), mengatakan salah satu langkah yang diambil pihaknya untuk mendorong keterwakilan perempuan dalam politik di Indonesia adalah pembuatan Undang-Undang (UU) Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum.
Dalam pembuatan undang-undang tersebut, KPPI melewati perjalanan yang cukup berat untuk mendorong kuota keterwakilan perempuan dapat mencapai 30 persen. Perjalanan itu tidak mudah, ujar Miranty Abidin, karena politik di Indonesia cenderung bersifat "sangat maskulin". Dengan demikian, lanjut dia, perempuan mengalami kesulitan untuk mendapatkan ruang di kancah politik.
Untuk mengatasi hal tersebut, KPPI pun membuktikan langsung kualitas dan semangat dari para perempuan demi memperjuangkan kesempatan mereka bergabung di kancah politik.
Baca juga: KPPPA:Politik perempuan meningkat dukung pembangunan perspektif gender
Baca juga: Peneliti BRIN imbau parpol tegaskan keberpihakan pada perempuan
Dalam proses pembuatan Undang-Undang Pemilu, KPPI juga bekerja sama dengan organisasi perempuan Iainnya untuk mengajak para anggota legislatif agar menyetujui Pasal 65 ayat (1) UU Nomor 12 Tahun 2003 bahwa partai politik diharapkan menominasikan perempuan minimal 30 persen sebagai calon anggota Iegislatif.
Sesudah UU tersebut disahkan, para anggota KPPI, baik secara pribadi maupun kolektif, terus memengaruhi berbagai kelompok kepentingan, khususnya partai politik agar senantiasa menerapkan kebijakan keterwakilan perempuan minimal 30 persen.
Dinamika perjuangan perempuan di kancah politik
Sampai hari ini, seperti yang diamati oleh Koalisi Perempuan Indonesia, dua dasawarsa telah berlalu dengan segala dinamika pasang surut perjuangan politik perempuan yang diperjuangkan oleh KPPI.
Refleksi terhadap perjalanan tersebut pun mengangkat sejumlah tantangan-tantangan yang dihadapi oleh KPPI ke permukaan, mulai dari kesetaraan gender yang belum terimplementasikan sepenuhnya hingga yang menjadi sorotan utama, yakni 30 persen keterwakilan perempuan di bidang legislatif yang dinilai masih sulit untuk terpenuhi.
Hal senada diungkapkan pula oleh Miranty Abidin. Menurutnya, kesempatan yang diberikan undang-undang bagi keterwakilan perempuan sebanyak 30 persen itu sebenarnya hanya menjadi titik awal. Setelahnya, gerakan para perempuan di dunia politik memang akan menghadapi berbagai tantangan.
Setelah para perempuan bergabung di ranah politik Tanah Air, mereka akan menghadapi perjuangan sebenarnya. Perjuangan itu di antaranya adalah mendukung dan mengatasi berbagai persoalan yang dihadapi oleh perempuan Indonesia.
Contohnya, perjuangan para perempuan di dunia politik, khususnya legislatif, tetap harus dilanjutkan dengan memetakan masalah-masalah yang dihadapi perempuan dari masa ke masa beserta dukungan dan solusi yang ditawarkan. Lalu, pemetaan tersebut perlu dituangkan ke dalam undang-undang.
Di samping itu, Pakar Ilmu Politik Universitas Indonesia Ani Soetjipto menilai perjalanan dinamika politik perempuan di Indonesia pada saat ini memang terasa semakin senyap. Dibandingkan pada masa awal kelahiran KPPI, dinamika politik para perempuan di masa lalu jauh terasa lebih bergairah daripada sekarang.
Kemudian, Ani Soetjipto yang juga merupakan inisiator pembentuk KPPI menjelaskan bahwa dibangunnya organisasi tersebut sebetulnya bercita-cita untuk membuka akses seluas-luasnya bagi para perempuan Indonesia, terutama mereka yang telah bergabung ke dalam partai politik untuk dipromosikan sebagai calon legislatif. Setelah itu, mereka juga dididik dengan pendidikan politik yang baik.
Langkah-langkah tersebut, ditujukan agar para perempuan Indonesia yang bergabung ke dalam dunia politik mampu menjadi aktivis yang tangguh. Mereka menjadi sosok yang tangguh dengan perspektif keberpihakan kepada isu strategis tentang perempuan, terutama bagi kalangan yang termajinalkan.
Atasi perjuangan semakin senyap
Ani Soetjipto mengamati bahwa salah satu faktor penyebab semakin senyapnya peran perempuan dalam dunia politik Indonesia adalah ruang gerak mereka di kancah politik yang menjadi semakin sempit pada saat ini. Sempitnya ruang gerak itu diakibatkan oleh perubahan peta politik yang menjadi lebih tertutup.
Dengan demikian, kata dia, organisasi masyarakat sipil pun menjadi dilemahkan pengaruhnya. Lalu, peran partai politik menjadi tumpul dalam mengontrol dan menjaga keseimbangan kekuatan eksekutif. Bahkan, kata Ani Soetjipto, para perempuan yang merupakan aktivis dan tergabung dalam partai politik cenderung terpengaruh pula pada perubahan peta politik tersebut. Akibatnya, suara-suara rakyat yang kritis pun menjadi semakin lemah untuk didengarkan.
Hal-hal yang dipaparkan Ani Soetjipto di atas dapat dipahami sebagai wujud nyata tantangan dinamika politik para perempuan di Indonesia pada saat ini, bahkan ke depannya. Untuk mengatasinya, dia mengimbau seluruh perempuan di Indonesia, terutama para aktivis perempuan dan anggota perempuan partai politik dapat bersinergi dalam menyelesaikan perubahan-perubahan peta politik yang ada.
Baca juga: Ketum Kowani: Keterwakilan perempuan di bidang legislatif masih kecil
Baca juga: Pengamat nilai Khofifah masuk 500 tokoh muslim inspirasi perempuan
Kaukus Perempuan Politik Indonesia (KPPI) pun dapat menjadi wadah yang mampu menampung seluruh keinginan baik para perempuan untuk memenuhi keterwakilan kaumnya di ranah politik, lalu memperjuangkan hak-hak perempuan di Indonesia, bahkan menjangkau dukungan-dukungan terhadap persoalan yang dihadapi masyarakat secara luas.
Ketua Subkomisi Divisi Pendidikan Komnas Perempuan periode 2015-2019 Masruchah pun menegaskan sejatinya kehadiran KPPI merupakan pintu masuk bagi keterwakilan perempuan di lembaga-lembaga strategis negara yang memiliki mimpi mulia menghadirkan keadilan yang substantif bagi perempuan, bahkan rakyat Indonesia.
Namun tentunya, pintu masuk yang tersedia itu akan lebih berarti dan berdaya guna apabila para perempuan Indonesia menyadari pentingnya peran mereka, tidak hanya peran untuk memperjuangkan hak sesama perempuan, tetapi juga seluruh rakyat Indonesia.
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2021