Makassar (ANTARA News) - Banjir Bandang yang terjadi beberapa hari lalu di Balocci, Kabupaten Pangkep, Sulawesi Selatan dan menewaskan empat orang diduga akibat eksploitasi dan penghancuran kars yang dilakukan PT Semen Tonasa dan tambang galian C.
Selain itu, penyebab lainnya adalah pembalakan liar dengan membuka lahan baru untuk berkebun di atas kampung tersebut, kata Direktut LSM Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sulsel, Zulkarnain Yusuf, di Makassar, Senin.
"Analisisnya sederhana sebab Balocci, Pangkep masih merupakan 50 persen hutan lindung dan di sisi lain taman nasional. Beralih fungsinya hutan menjadi lahan perkebunan juga menjadi faktor utama terjadinya banjir bandang," ungkapnya.
Menurut dia, faktor pendukung lain bisa juga disebabkan penghancuran kars sebagai bahan dasar pembuatan semen oleh salah satu perusaahaan misalnya PT Semen Tonasa. Meskipun jarak pabrik dengan kampung tersebut jauh, namun tidak menutup kemungkinan eksploitasi juga dilakukan di daerah tersebut.
"Kemungkinannya saat ketika bahan dasar sudah menipis, karena sudah puluhan tahun daerah kars di Pangkep itu dieksploitasi oleh pabrik tersebut," katanya.
Ia mengatakan, Kars merupakan industri tambang dan juga bahan baku semen, untuk itu pemerintah harus segera melakukan kajian terkait ekologi dan kelestarian kars sehingga tidak menjadi musibah kembali dikemudian hari.
"Galian C atau tambang rakyat juga bisa menjadi penyebab banjir bandang walaupun skala kecil. Pemkab Pangkep harus membuat mitigasi bencana sebab kawasan pangkep merupakan kawasan tinggi dengan dipait gunung kars dan hutan lindung.
Menurutnya, UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup sebagai pengganti UU Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup adalah konsep pembangunan berkelanjutan dan berwawasan lingkungan dalam rangka pembangunan ekonomi.
"Ini penting dalam pembangunan ekonomi nasional karena persoalan lingkungan sebab ke depannya semakin komplek dan syarat dengan kepentingan investasi," ucapnya. (HK/F003/K004)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2011