Proses commisioning ini sangat tergantung dengan PLN. Tapi dari sisi pembangkitnya kami sudah siap, baik kesiapan batu bara hingga lainnya
Palembang (ANTARA) - Progres pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Sumsel 8 kapasitas 2 x 660 Megawatt di Desa Tanjung Lalang, Kecamatan Tanjung Agung, Kabupaten Muara Enim, Sumatera Selata, mencapai 93,8 persen pada November 2021.
Direktur Utama PT Bukit Asam Suryo Eko Hadianto mengatakan PLTU mulut tambang pertama di Indonesia itu direncanakan akan memasuki tahap commissioning (uji coba) pada kuartal I/2022.
“Proses commisioning ini sangat tergantung dengan PLN. Tapi dari sisi pembangkitnya kami sudah siap, baik kesiapan batu bara hingga lainnya,” kata Suryo dalam konferensi pers dengan tema "Langkah dan Strategi Bisnis Transformasi PTBA menuju Bisnis Energi 2026” secara virtual, Jumat.
PLTU Sumsel 8 ini merupakan proyek strategis PTBA dengan nilai mencapai 1,68 miliar dolar AS. PLTU ini merupakan bagian dari proyek 35 ribu MW dan dibangun oleh PTBA melalui PT Huadian Bukit Asam Power (PT HBAP) sebagai Independent Power Producer (IPP). PT HBAP merupakan konsorsium antara PTBA dengan China Huadian Hongkong Company Ltd.
PLTU yang membutuhkan 5,4 juta ton batu bara per tahun ini akan menggunakan teknologi ramah lingkungan yakni super critical.
Dalam rangka menekan emisi gas buangnya, PLTU Sumsel 8 juga menerapkan teknologi flue gas desulfurization (FGD) yang digunakan untuk meminimalkan sulfur dioksida dari emisi gas buang PLTU.
Deputy General Manager PT Huadian Bukit Asam Power Gusti Prasetyo Rendy Anggara mengatakan PLTU yang ditargetkan tuntas pembangunannya pada Maret 2022 ini menggunakan teknologi penangkap karbon dan desulfurisasi gas buang yang mampu menekan emisi karbon hingga 50 persen.
Penggunaan teknologi ini sebagai upaya untuk membantu pemerintah dalam menerapkan komitmen nett nol emisi pada 2060 mendatang.
Teknologi ini merupakan reaksi kimia pengolahan limbah sehingga dalam prosesnya gas emisi yang dikeluarkan bisa sangat rendah.
Hasil dari penangkapan karbon dan desulfurisasi ini bahkan bisa akan menghasilkan zat kimia yang bisa menjadi gypsum.
“Adanya zat ini tentu bisa menghasilkan beragam produk turunan seperti gypsum dan juga formula yang terkandung dalam pembuatan semen,” kata Gusti.
Hingga kini, pembangunan PLTU mulut tambang terbesar di kawasan Asia Tenggara ini sudah mencapai 93,8 persen. Ini juga termasuk pembangunan 99 unit tower transmisi ke gardu PLN sejauh 45 kilometer (km). “Dengan progres ini, pembangunan PLTU ini akan selesai pada 7 Maret 2022,” katanya.
Namun, saat ini masih menunggu keputusan dari PT PLN dan pemangku kepentingan yang lain untuk memastikan waktu pengoperasiannya.
Jika PLTU ini beroperasi rencananya akan berkontribusi terhadap proyek tol listrik yang akan mengaliri listrik hingga ke Sumatera Utara yang saat ini masih mengalami krisis listrik.
Tidak hanya itu, lanjut Gusti, dari sisi tarif, PLTU ini tentu akan menekan ongkos produksi karena jarak antara tambang batubara dengan PLTU dapat dipangkas.
Nantinya, batu bara yang menjadi bahan bakar PLTU hanya akan dikirim menggunakan conveyor belt dari kawasan pertambangan PT Bukit Asam di Izin Usaha Pertambangan Bangko Tengah yang berjarak sekitar 2 kilometer dari PLTU Sumsel 8.
Gusti menambahkan, harga jual listrik yang sudah disepakati sekitar 4,9 sen per kWh (kilowatt/jam). Ini jauh lebih murah dibanding PLTU non mulut tambang yang bisa lebih mahal hingga 2 sen per kWh.
Baca juga: PLTU Sumsel 8 terapkan teknologi andal yang bisa mengurangi emisi
Baca juga: Bukit Asam optimis PLTU Sumsel 8 operasional 2022
Baca juga: Progres PLTU mulut tambang terbesar di Indonesia capai 89 persen
Pewarta: Dolly Rosana
Editor: Biqwanto Situmorang
Copyright © ANTARA 2021