PBB (ANTARA News) - Pihak berwenang Suriah mencegah tim kemanusiaan PBB mengunjungi kota protes Daraa, dimana ratusan orang dikabarkan tewas dalam operasi penumpasan oleh pasukan pemerintah, kata seorang juru bicara PBB, Senin.
"Misi penilai kemanusiaan tidak bisa memasuki Daraa," kata wakil juru bicara PBB Farhan Haq kepada wartawan.
"Kami berusaha memperoleh kejelasan mengapa mereka tidak mendapat akses. Kami juga berusaha memperoleh akses ke tempat-tempat lain di Suriah," kata Haq.
PBB mengumumkan Kamis lalu bahwa Surah telah setuju mengizinkan tim kemanusiaan itu pergi ke Daraa.
"Saya diberi tahu bahwa kami telah memperoleh akses itu dan dalam beberapa hari mendatang tim penilai kemanusiaan akan pergi ke Daraa," kata Haq kepada wartawan Kamis lalu.
Sekretaris Jendral PBB Ban Ki-moon menyerukan diakhirinya penindakan yang mematikan terhadap demonstran anti-pemerintah di Suriah, dan dalam pembicaraan telefon Rabu lalu mendesak Presiden Suriah Bashar al-Assad "segera" memberikan akses bagi PBB untuk menilai kebutuhan kemanusiaan di daerah-daerah yang terpengaruh.
Seorang juru bicara PBB mengatakan, Ban "menghargai kesediaan Presiden Assad untuk mempertimbangkan penilaian semacam itu di Daraa," dan ia mendesak Assad bekerja sama dengan penyelidikan Dewan HAM PBB atas penumpasan terhadap protes dan melakukan reformasi yang "berani".
Militer Suriah, yang menyerbu Daraa pada 25 April, dikabarkan mulai ditarik Kamis dari kota bergolak itu dimana gerakan protes terlahir.
Jumlah kematian sipil dalam demontrasi di Suriah sudah mencapai lebih dari 600 orang sejak 15 Maret, menurut kelompok hak asasi manusia Suriah Insan, yang menambahkan bahwa 8.000 orang kini terdaftar sebagai ditangkap atau hilang.
Pemerintah menyalahkan kekerasan itu pada "geng-geng kriminal bersenjata" dan menggambarkan gerakan protes sebagai sebuah persekongkolan.
Suriah sejak pertengahan Maret dilanda protes yang belum pernah terjadi sebelumnya, yang menuntut reformasi besar-besaran di negara yang dikuasai Partai Baath selama hampir 50 tahun itu.
Kelompok-kelompok HAM menuduh pasukan keamanan Suriah membunuh ratusan warga sipil dalam penumpasan terhadap demonstrasi damai.
Menurut mereka, ribuan orang Suriah ditangkap dan puluhan orang hilang setelah demonstrasi menuntut kebebasan politik dan diakhirinya korupsi meletus hampir enam pekan lalu.
Pemerintah mengumumkan serangkaian langkah reformasi dalam upaya menenangkan pemrotes, termasuk pembebasan tahanan dan rencana membuat undang-undang baru mengenai media dan perizinan bagi partai politik.
Presiden Bashar al-Assad juga memutuskan mencabut undang-undang darurat, yang disusun pada Desember 1962 dan diberlakukan sejak Partai Baath berkuasa pada Maret 1963.
Aktivis pro-demokrasi di sejumlah negara Arab, termasuk Suriah, terinspirasi oleh pemberontakan di Tunisia dan Mesir yang berhasil menumbangkan pemerintah yang telah berkuasa puluhan tahun.
Buntut dari demonstrasi mematikan selama lebih dari dua pekan di Mesir, Presiden Hosni Mubarak mengundurkan diri Jumat (11/2) setelah berkuasa 30 tahun dan menyerahkan kekuasaan kepada Dewan Tertinggi Angkatan Bersenjata, sebuah badan yang mencakup sekitar 20 jendral yang sebagian besar tidak dikenal umum sebelum pemberontakan yang menjatuhkan pemimpin Mesir itu.
Sampai pemilu dilaksanakan, dewan militer Mesir menjadi badan eksekutif negara, yang mengawasi pemerintah sementara yang dipimpin perdana menteri.
Di Tunisia, demonstran juga menjatuhkan kekuasaan Presiden Tunisia Zine El Abidine Ben Ali pada Januari.
Ben Ali meninggalkan negaranya pertengahan Januari setelah berkuasa 23 tahun di tengah tuntutan yang meningkat agar ia mengundurkan diri meski ia telah menyatakan tidak akan mengupayakan perpanjangan masa jabatan setelah 2014. Ia dikabarkan berada di Arab Saudi.
Ia dan istrinya serta anggota-anggota lain keluarganya kini menjadi buronan dan Tunisia telah meminta bantuan Interpol untuk menangkap mereka, demikian AFP melaporkan. (M014/K004)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2011