Sanaa (ANTARA News) - Pasukan keamanan Yaman menembakkan gas air mata dan peluru amunisi Senin untuk membubarkan demonstrasi di Taez, sebelah selatan Sanaa, ibu kota Yaman, menewaskan tiga pemrotes dan mencederai puluhan lain, kata beberapa saksi dan petugas medis.

Pasukan keamanan bergerak untuk membubarkan aksi duduk yang semalam memblokade jalan utama di Taez, kata saksi, dengan menambahkan bahwa pasukan menembakkan gas air mata dan peluru amunisi.

Seorang petugas medis mengatakan, mayat seorang pemrotes dibawa ke rumah sakit setempat, puluhan korban cedera dirawat. Korban yang tewas diidentifikasi sebagai Mohammed Abdelhaq (35).

Beberapa saksi dan petugas medis mengatakan, dua demonstran lain tewas ditembak dalam bentrokan lebih lanjut, dan 15 orang cedera akibat tembakan, termasuk tiga orang yang kondisinya serius.

Ribuan guru melakukan aksi duduk di luar kantor regional kementerian pendidikan di Taez, sekitar 250 kilometer sebelah selatan Sanaa, untuk menuntut gaji yang lebih baik dan penundaan ujian akhir, kata penyelenggara protes.

Aksi mereka diikuti oleh ratusan pemrotes anti-pemerintah yang bergerak dari "Lapangan Kebebasan", dimana massa melakukan aksi duduk selama beberapa pekan terakhir.

Taez, kota terbesar kedua di Yaman, telah menjadi titik fokal protes yang menuntut pengunduran diri Presiden Ali Abdullah Saleh, yang berkuasa sejak 1978.

Demonstrasi di Yaman sejak akhir Januari yang menuntut pengunduran diri Saleh telah menewaskan lebih dari 150 orang.

Oposisi Yaman mendesak Saleh mengakhiri kekuasaan tiga dasawarsanya dan menyerahkan wewenang kepada deputinya untuk periode peralihan, namun usulan itu ditolak oleh pemimpin kawakan tersebut.

Dengan jumlah kematian yang terus meningkat, Saleh, sekutu lama Washington dalam perang melawan Al-Qaeda, tampaknya kehilangan dukungan AS.

Pemerintah AS mengambil bagian dalam upaya-upaya untuk merundingkan pengunduran diri Saleh dan penyerahan kekuasaan sementara, menurut sebuah laporan di New York Times.

Para pejabat AS menganggap posisi Saleh tidak bisa lagi dipertahankan karena protes yang meluas dan ia harus meninggalkan kursi presiden, kata laporan itu.

Meski demikian, Washington memperingatkan bahwa jatuhnya Saleh selaku sekutu utama AS dalam perang melawan Al-Qaeda akan menimbulkan "ancaman nyata" bagi AS.

Yaman adalah negara leluhur pemimpin Al-Qaeda Osama bin Laden dan hingga kini masih menghadapi kekerasan separatis di wilayah utara dan selatan.

Yaman Utara dan Yaman Selatan secara resmi bersatu membentuk Republik Yaman pada 1990 namun banyak pihak di wilayah selatan, yang menjadi tempat sebagian besar minyak Yaman, mengatakan bahwa orang utara menggunakan penyatuan itu untuk menguasai sumber-sumber alam dan mendiskriminasi mereka.

Negara-negara Barat, khususnya AS, semakin khawatir atas ancaman ekstrimisme di Yaman, termasuk kegiatan Al-Qaeda di Semenanjung Arab (AQAP).

Negara-negara Barat dan Arab Saudi, tetangga Yaman, khawatir negara itu akan gagal dan Al-Qaeda memanfaatkan kekacauan yang terjadi untuk memperkuat cengkeraman mereka di negara Arab miskin itu dan mengubahnya menjadi tempat peluncuran untuk serangan-serangan lebih lanjut.

Yaman menjadi sorotan dunia ketika sayap regional Al-Qaeda AQAP menyatakan mendalangi serangan bom gagal terhadap pesawat penumpang AS pada Hari Natal.

AQAP menyatakan pada akhir Desember 2009, mereka memberi tersangka warga Nigeria "alat yang secara teknis canggih" dan mengatakan kepada orang-orang AS bahwa serangan lebih lanjut akan dilakukan.

Para analis khawatir bahwa Yaman akan runtuh akibat pemberontakan Syiah di wilayah utara, gerakan separatis di wilayah selatan dan serangan-serangan Al-Qaeda. Negara miskin itu berbatasan dengan Arab Saudi, negara pengekspor minyak terbesar dunia.

Selain separatisme, Yaman juga dilanda penculikan warga asing dalam beberapa tahun ini, demikian AFP melaporkan. (M014/K004)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2011