Surabaya (ANTARA News) - Kepala Kepolisian Daerah (Kapolda) Jawa Timur Irjen Pol Dr Untung S Rajab meminta maaf terkait pemukulan yang dilakukan oknum polisi kepada empat wartawan saat meliput aktivis Falun Dafa di Surabaya (7/5).
"Atas nama institusi, saya minta maaf. Kami berjanji akan mengusut tuntas insiden pemukulan terhadap wartawan dalam waktu satu bulan sejak kejadian," katanya ketika menerima sekitar 100 wartawan di Ruang Utama Mapolda Jatim, Senin.
Seratus wartawan dari berbagai organisasi kewartawanan dan media massa itu melakukan unjuk rasa ke Mapolda Jatim dengan membawa poster yang mengecam kekerasan yang dilakukan polisi.
Empat wartawan yang mengalami pemukulan adalah Lukman Hakim (Tran7), Septa Rudianto (Radio Elshinta), Joko Hermanto (TVRI), dan Oscar (News Tang Dinasty Television atau NDTV).
"Kita mengecam pelaku kekerasan terhadap jurnalis, apalagi pelaku adalah aparat hukum yang semestinya menjunjung tinggi dan menjadi pelindung jurnalis," kata seorang jurnalis televisi, Hari.
Dalam aksinya, para wartawan membawa delapan tuntutan, di antaranya permintaan maaf oleh Kapolda Jatim, tidak menghentikan proses hukum, menghentikan kekerasan pada wartawan, dan memberikan sanksi tegas kepada pelaku kekerasan tersebut.
Setelah orasi dan aksi di halaman Mapolda Jatim, para wartawan akhirnya diterima Kapolda Jatim tanpa perwakilan.
Dalam pertemuan itu, Kapolda Jatim didampingi Kapolrestabes Surabaya Kombes Pol Coki Manurung dan Kabid Humas Polda Jatim Kombes Pol Rachmat Mulyana.
"Propam Polda Jatim sudah memeriksa seorang polisi pelaku kekerasan, tapi statusnya masih terperiksa," kata Kapolda Jatim.
Ditanya kemungkinan kekerasan itu dilakukan oknum polisi atas perintah atasan, ia mengatakan hal itu masih didalami dalam investigasi.
"Kalau ada perintah ya ditindak sesuai dengan tingkat kesalahannya. Bisa saja dia akan kena teguran," katanya.
Jawaban Kapolda Jatim tentang "teguran" itu sempat diprotes para wartawan, namun Kapolda Jatim menegaskan bahwa teguran untuk seorang perwira itu sudah cukup berat.
"Teguran buat seorang perwira itu sudah berat, karena dia saja tidak boleh sekolah, nonjob, dan sebagainya," katanya.
(ANTARA/S026)
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2011