Jakarta (ANTARA News) - Curah hujan yang tinggi mencapai 115 mm per hari dan kondisi tanah yang labil diduga menjadi penyebab utama terjadinya banjir bandang di Kecamatan Panti, Kabupaten Jember, Jawa Timur. Usai melakukan peninjauan di lapangan dan dari udara, Menhut MS Kaban, di Jakarta, Kamis, menegaskan, cekungan atau kawah yang menampung air cukup besar yang banyak terdapat di daerah bencana menjadi jenuh dan tidak kuat lagi menampung air curah hujan. Akibatnya, menurut dia, air dari cekungan ini yang membawa tanah di areal hutan produksi sekitar lereng pegunungan Argopuro yang banyak ditanami kopi yang akarnya tidak kuat dan tidak dalam. Sementara itu, kawasan hutan konservasi, baik hutan lindung dan hutan suaka margasatwa yang berada di hulu atau puncak pegunungan tersebut kondisinya masih baik. Sedangkan bencana alam di Banjarnegara, Jawa Tengah, terjadi karena longsor di kawasan hutan lindung. Kondisi itu terjadi karena sejak lama kawasan hutan lindung di daerah itu sudah dirambah masyarakat untuk perkebunan. Meskipun demikian, Menhut mengaku belum mengetahuia jenis tanaman apa yang ditanam masyarakat perambah, sehingga kawasan hutan lindung itu bisa sampai longsor. Pada kesempatan itu, Menhut menyatakan, perlunya dilakukan rekonstruksi pola penanaman dan penggunaan lahan di areal hutan produksi yang berada di lereng atau daerah dengan tingkat kemiringan yan terjal (lebih dari 40 persen). "Pengkayaan tanaman diharapkan bisa membantu memperkuat struktur tanah. Kita akan upayakan agar pola budidayanya diubah. Di sela tanaman perkebunan, nantinya diharapkan bisa ditanam pohon dari jenis tanaman kayu yang berakar dalam untuk memperkuat struktur tanah," katanya. Dari pengamatan di lapangan, kata Kaban, daerah banjir bandang lebih banyak menimpa kawasan perkebunan milik Pemda, masyarakat, swasta, dan Kodam Siliwangi. Sub Daerah Aliran Sungai (DAS) Dinoyo/Kaliputih, bagian dari DAS Bedadung, yang melalui daerah bencana sendiri sampai saat ini kondisinya masih bagus, kata Menhut, sehingga tidak masuk dalam salah satu DAS yang direhabilitasi.(*)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2006