Jakarta (ANTARA) - Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengatakan bahwa ia memahami adanya kegelisahan masyarakat terhadap sanksi pidana dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
"Perkembangan industri 4.0 juga menuntut kita untuk mengantisipasi beberapa isu HAM. Saya memahami adanya kegelisahan dan kekhawatiran masyarakat sanksi pidana dalam UU Informasi dan Transaksi Elektronik, UU ITE," kata Presiden Joko Widodo di Istana Negara Jakarta, Jumat.
Presiden Jokowi menyampaikan hal tersebut dalam Peringatan Hari Hak Asasi Manusia Sedunia Tahun 2021 yang dihadiri oleh para menteri kabinet Indonesia Maju antara lain Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD, Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly, Menteri Sekretaris Negara, Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas, Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Ahmad Taufan Damanik serta para pejabat terkait lainnya.
"Kapolri telah untuk menindaklanjuti perintah yang saya instruktsikan untuk mengedepankan langkah-langkah edukasi dan persuasif dalam perkara ITE. Jangan ada kriminalisasi terhadap kebebasan berpendapat," ungkap Presiden.
Baca juga: Presiden Jokowi tegaskan semua warga setara dalam politik dan hukum
Baca juga: Presiden : Perlindungan data pribadi jadi perhatian serius pemerintah
Baca juga: Presiden sebut perlindungan hak asasi harus diupayakan terus-menerus
Presiden Jokowi menyebutkan atas dukungan DPR, ia telah memberikan amnesti terhadap Baiq Nuril dan Saiful Mahdi yang divonis melanggar UU ITE.
"Namun saya juga ingatkan kebebasan berpendapat harus dilakukan secara bertanggung jawab kepada kepentingan-kepentingan masyarakat yang lebih luas," tambah Presiden.
Presiden Jokowi melalui Keputusan Presiden (Keppres) memberikan amnesti (pencabutan pemidanaan) kepada Baiq Nuril pada 29 Juli 20219. Baiq Nuril yang merupakan staf honorer di SMAN 7 Mataram sebelumnya dihukum 6 bulan penjara dan denda Rp500 juta karena dijerat UU ITE dalam kasus penyebaran informasi percakapan mesum kepala sekolah tempat ia pernah bekerja.
Selanjutnya Presiden Jokowi menandatangani keppres pemberian amnesti pada 12 Oktober 2021 bagi dosen Universitas Syiah Kuala Saiful Mahdi yang divonis 3 bulan penjara dan denda Rp10 juta subsider satu bulan kurungan karena disebut melakukan pencemaran nama baik yaitu mengkritik proses penerimaan calon pegawai negeri sipil (CPNS) di tempatnya bekerja.
"Perlindungan data pribadi juga menjadi perhatian serius pemerintah dan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari HAM. Saya saya telah memerintahkan Menkominfo serta kementerian dan lembaga terkait untuk segera menuntaskan RUU Perlindungan Data Pribadi bersama DPR agar perlindungan hak asasi masyarakat dan kepastian berusaha di sektor digital dapat terjamin," ungkap Presiden.
Presiden Jokowi menegaskan perkembangan ilmu pengetahuan harus terus diikuti agar menjaga tidak ada ada yang dirugikan dalam dunia yang penuh disrupsi saat ini.
"Kita harus terus berinovasi dalam upaya untuk melindungi hak asasi Warga Negara Indonesia, terutama untuk kelompok warga yang marjinal kita harus terus membangun Indonesia maju dan menjamin keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia," tegas Presiden.
Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: M Arief Iskandar
Copyright © ANTARA 2021