"Pemimpin ASEAN pada prinsipnya tidak berkeberatan untuk tukar menukar keketuaan seperti itu tetapi ...Myanmar diharapkan oleh ASEAN untuk terus menjalankan proses demokratisasi dan rekonsiliasinya dengan demikian ketika menjadi ketua tidak ada penglihatan yang negatif," kata Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam konferensi pers seusai penututan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ke-18 ASEAN di Jakarta, Minggu malam.
Myanmar, kata Presiden, baru saja menyelenggarakan pemilihan umum pertama sejak 1990 dan melakukan sejumlah langkah dalam proses demokratisasi.
"Harapan saya, sebagai Ketua (ASEAN) proses itu dilanjutkan sehingga manifes menjadi sesuatu yang lebih baik lagi dengan demikian manakala memimpin ASEAN, oleh kita semua dianggap tepat," ujarnya.
Menurut Presiden Myanmar dan Laos ingin bertukar urutan memimpin ASEAN atas usulan Laos. Semula Myanmar akan menjadi Ketua ASEAN pada tahun 2016 dan Laos pada 2014.
"Atas permintaan Laos karena kesibukan di dalam negerinya ingin bertukar waktu sehingga Myanmar diharapkan memimpin ASEAN pada 2014 dan kemudian Laos akan jadi Ketua ASEAN pada 2016," katanya.
Sementara itu dalam pernyataan Ketua ASEAN yang merupakan hasil dari KTT ke-18 ASEAN di Indonesia pada 7-8 Mei 2011 disebutkan bahwa pertimbangan terhadap proposal itu akan diputuskan berdasarkan penilaian terhadap komitmen negara tersebut dalam menjalankan prinsip-prinsip ASEAN.
Dalam pernyataan Ketua ASEAN itu juga disampaikan dukungan negara-negara ASEAN terhadap kemajuan yang stabil dalam perkembangan politik di Myanmar pasca pelaksanaan pemilihan umum pertama di negara tersebut sejak 20 tahun terakhir.
ASEAN juga mengapresiasi pembentukan parlemen baru Maynmar yang selaras dengan tujuh langkah dalam peta jalan Myanmar menuju demokrasi.
Namun, Kaukus antarparlemen ASEAN untuk Myanmar (AIPMC) menyerukan kepada para pemimpin ASEAN untuk menolak permohonan Myanmar itu.
Presiden AIPMC Eva Kusuma Sundari mengatakan bahwa pemilu Myanmar pada Nopember 2010 bukanlah langkah menuju perdamaian dan demokrasi, karena parlemen hasil pemilu tersebut tunduk kepada militer.
"Informasi dari aktivis prodemokrasi Myanmar menyebutkan, militer di Myanmar terus mengendalikan kekuasaan ekstraparlementer secara signifikan dan punya akses langsung pada dana khusus militer," kata Eva.
AIPMC menilai pemerintah Myanmar masih otoriter dan banyak menahan tokoh masyarakat yang memiliki sikap politik berbeda.
Seruan sama disampaikan aktivis prodemokrasi Myanmar Thwin Linn Aung yang meminta pemerintah Myanmar segera menghentikan serangan terhadap etnis tertentu dan memulai membangun dialog inklusif demi memastikan kelangsungan transisi menuju demokrasi dan penegakan HAM.(*)
(G003*D013*F008/E001)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2011