"Langkah dan agenda ASEAN masih sangat tergantung pada negara atau organisasi donor yang punya kepentingan."
Jakarta (ANTARA News) - Pemerhati masalah-masalah luar negeri dan pakar politik pertahanan jebolan Universitas Parahiyangan di Bandung (Jawa Barat), Dr Andreas Hugo Pareira, mengatakan bahwa Perhimpunan Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) tetap berguna untuk kepentingan nasional, asalkan desainnya masih dalam kesadaran Indonesia.
"Tegasnya begini, perhimpunan ini tetap bermanfaat selama kerjasama yang didesain untuk integrasi negara-negara Asia Tengggara ini tetap ada dalam kesadaran Indonesia dan negara-negara ASEAN lainnya," katanya di Jakarta, Minggu.
Artinya, tuturnya, desain kerjasama untuk berintegrasi tetap dikendalikan oleh suatu kesadaran bersama masing-masing anggota, dengan Indonesia sebagai sosok negara terbesar menjadi ikon utamanya.
"Kesadaran ini merupakan hal penting untuk mengontrol kepentingan nasional, dan kepentingan yang menjadi tujuan integrasi ASEAN," tandasnya.
Masalahnya, menurut Andreas Pareira, independensi itu bermasalah karena untuk urusan pendanaan saja ada sekitar 75 persen bergantung pada negara-negara serta organisasi donor.
Jadi, lanjutnya, kesadaran sebagai pemangku kepeningan (stakeholders) sangatlah penting untuk menjadikan ASEAN tetap berguna bagi kepentingan nasional maupun regional.
Sayangnya, menurut mantan anggota Komisi I DPR RI itu, pada kenyataannya kesadaran itu masih sangat minim.
"Itu terlihat dari, pertama, kesiapan negara-negara ASEAN untuk urusan kontribusi pendanaan ASEAN," ungkapnya.
Sebab, ia menilai, dari total dana sekitar $US60 juta, hanya seperempat saja yang berasal dari anggota ASEAN. "Sehingga, langkah dan agenda ASEAN masih sangat tergantung pada negara atau organisasi donor yang punya kepentingan terhadap ASEAN," ujarnya.
Hal kedua, lanjutnya, ASEAN belum mampu menjadi institusi penyelesaian konflik internal (conflict resolution setlement). "Sehingga, penyelesaian masalah negara-negara ASEAN selalu dibawa keluar ASEAN," katanya, beberapa saat setelah mendarat di Bandara Internasional Soekarno-Hatta usai melakukan perjalanan ke Jerman.
Adapun hal ketiga, menurut dia, struktur pengambilan keputusan ASEAN terlalu mengikat untuk bisa cepat dan lebih fleksibel dalam membuat keputsan.
"Lalu keempat, tidak adanya konsep dan perencanaan untuk peningkatan kualitas kehidupan ekonomi dan politik, termasuk perlindungan HAM bagi negara ASEAN, menyebabkan gap antar negara ASEAN yang sangat besar," kata Ketua Bidang Pertahanan dan Hubungan Internasional di Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Demokrasi Indonesia (PDI) Perjuangan itu menambahkan.
(M036)
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2011