Jakarta (ANTARA News) - Malaysia termasuk salah satu negara pemrakarsa terbentuknya Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN), bersama dengan Indonesia, Filipina, Singapura dan Thailand pada 8 Agustus 1967.
Terdiri atas dua daerah yang terpisahkan oleh Laut China Selatan sepanjang 1.029 kilometer, Malaysia merupakan negara federasi yang terhimpun dalam 13 negara bagian dan tiga negara persekutuan di Asia Tenggara, dan dipimpin oleh kepala negara yang disebut Raja Malaysia.
Dalam sejarah perkembangannya, Malaysia merupakan negara yang memiliki dinamika pasang surut hubungan bilateral terhadap Indonesia baik berdasarkan letak geografisnya, maupun hubungan kerjasamanya.
Hubungan diplomatik antara RI dan Malaysia terjalin dengan resmi sejak negeri jiran tersebut menyatakan kemerdekaannya pada tanggal 31 Agustus 1957 dengan ditandai oleh berdirinya Kantor Kedutaan Besar Indonesia untuk Malaysia.
Terkait dengan peranannya terhadap ASEAN, Malaysia dan Indonesia telah sepakat untuk meningkatkan kerjasama ekonomi dalam rangka mendukung terciptanya kawasan perekonomian yang kuat.
Hubungan kerjasama di bidang ekonomi antara Malaysia dan RI tercatat belum seimbang, mengingat jumlah investor Indonesia di Malaysia masih jauh lebih sedikit daripada sebaliknya.
Nilai investasi Malaysia di Indonesia sebesar 2 miliar dolar AS, sedangkan sebaliknya, nilai investasi Indonesia di Malaysia hanya sebesar 600 juta dolar AS. Oleh karena itu, pada kesempatan KTT ASEAN yang diselenggarakan di Jakarta kali ini, Malaysia mempersiapkan beberapa sektor, seperti pelayanan kesehatan, perumahan dan properti, serta keuangan untuk menarik lebih banyak lagi investor asing dari Indonesia dalam menanamkan modal.
Hal tersebut diungkapkan oleh Menteri Perdagangan dan Industri Malaysia Datuk Seri Mustapa Mohamed dalam Pertemuan Pejabat Tinggi bidang Ekonomi di Balai Sidang Jakarta, Kamis (5/5).
"Kami ingin memperbaiki ketidakseimbangan ini dan kami ingin Indonesia lebih banyak bermain lagi dalam menanamkan modal di negeri kami," katanya dalam pertemuan tingkat pejabat tinggi tersebut.
Dinamika hubungan bilateral antara Malaysia dan Indonesia juga sempat memanas dengan adanya beberapa isu tentang masalah perbatasan negara, tenaga kerja dan klaim budaya.
Masalah perbatasan antarkedua negara tersebut muncul pada 2002 ketika kepulauan Sipadan dan Ligitan, Riau, saling diakui sebagai bagian wilayah dari masing-masing negara.
Hal tersebut muncul ketika pada 1967 masing-masing negara memasukkan kedua pulau tersebut ke dalam batas-batas wilayah mereka masing-masing, hingga muncul kesepakatan pernyataan status quo atas kedua pulau tersebut. Namun, melalui proses hukum di Mahkamah Internasional di Belanda, beberapa tahun kemudian, Sipadan dan Ligitan akhirnya menjadi milik Malaysia.
Masalah perbatasan tidak hanya berakhir di dua pulau tersebut saja. Pada 2005, Indonesia kembali harus kehilangan hak kepemilikan atas Pulau Ambalat yang pada akhirnya diklaim sebagai milik Malaysia.
Konflik antarkedua negara kembali terjadi mengenai klaim kebudayaan akan lagu Rasa Sayang-Sayange, yang dikenal sebagai lagu daerah yang berasal dari Maluku. Pada Oktober 2007, Pemerintah Malaysia menggunakan lagu tersebut untuk mempromosikan pariwisatanya.
Terkait dengan masalah tenaga kerja Indonesia di Malaysia, KTT ASEAN ke-18 ini diharapkan dapat mengagendakan pembicaraan mengenai perlindungan terhadap buruh migran di kawasannya maupun di wilayah lain, demikian kata Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI), Moh. Jumhur Hidayat.
"Hal tersebut juga termasuk membahas pentingnya ASEAN untuk membuka diri dalam menyerap lebih banyak lagi TKI sektor formal berkemampuan `skill` dan semi-`skill` karena melihat kebutuhan sesama negara ASEAN terhadap pemerimaan buruh migran cukup tinggi, di samping ketersediaan TKI formal untuk ditempatkan di berbagai negara ASEAN juga besar," kata Jumhur di Jakarta, Jumat.
Adanya permasalahan yang dihadapi kedua negara tersebut menunjukkan dalil diplomasi bahwa semakin dekat dan erat suatu hubungan, maka semakin banyak masalah yang dihadapi.
Hubungan bilateral antara Malaysia dan Indonesia merupakan pilar penting dalam keluarga besar ASEAN. ASEAN bisa tumbuh pesat dalam empat dekade ini antara lain karena kokohnya fondasi hubungan bilateral Indonesia dan Malaysia.
Terkait dengan keberadaan Malaysia dalam ASEAN, sebuah survei yang dilakukan oleh FISIP Universitas Indonesia mengatakan bahwa Malaysia merupakan salah satu dari lima negara yang dianggap sebagai ancaman keamanan bagi Indonesia.
Hal tersebut diungkapkan oleh Wakil Dekan FISIP UI Edy Prasetyono dalam seminar tentang "Pengetahuan dan Persepsi Mahasiswa terhadap Komunitas ASEAN 2015" di kampus UI Depok.
Selain Malaysia, empat negara lainnya yang dipersepsi mahasiswa FISIP UI sebagai ancaman keamanan utama bagi Indonesia adalah Amerika Serikat (27,6 persen), China (12 persen), Australia dan Singapura (masing-masing 3,6 persen).
Hasil survei itu juga menegaskan bahwa Malaysia dipandang banyak responden sebagai negara serumpun yang "harus diantisipasi Indonesia" dalam konteks persaingan global, terutama di bidang perekonomian. (*)
KR-FNY*Azizah/H-KWR
Pewarta: Fransiska Ninditiya
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2011