Jakarta (ANTARA News) - Mantan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang saat ini menjadi anggota Satgas Pemberantas Mafia Hukum (PMH), Achmad Santosa atau yang sering disapa Ota berpendapat penegak hukum memang membutuhkan independensi tinggi.
Hal tersebut disampaikan Ota usai menyerahkan draft revisi Undang-Undang Perlindungan Saksi dan Korban kepada Menteri Hukum dan HAM Patrialis Akbar di Jakarta, Jumat.
"Itu pertanyaan yang tidak mudah menjawabnya, karena perlu kajian cukup mendalam," ujar dia saat dimintai pendapat atas pernyataan Ketua KPK Busyro Muqoddas bahwa penegak hukum idealnya tidak di bawah presiden.
Intinya, lanjut Ota, penegakan hukum membutuhkan independensi tinggi.
Sebelumnya dalam forum diskusi antara media asing dengan KPK di ANTARA, Rabu (4/5), Ketua KPK Busyro Muqoddas mengatakan sudah ada perubahan di dalam masyarakat Indonesia sejak reformasi bergulir. Gebrakan hingga gerakan elemen sosial masyarakat mampu tampil sebagai fenomena yang merubah konstitusi dasar Republik Indonesia, yang kemudian berhasil membentuk sejumlah lembaga negara terkait dengan penegakan hukum termasuk salah satunya KPK.
Secara lebih spesifik, ia mengatakan bahwa KPK lahir sebagai bentuk koreksi total atas aparat penegak hukum kepolisian dan kejaksaan yang di masa Orde Baru tidak transparan, tidak independen karena di bawah pengaruh dan bayang-bayang otoriter.
Sehingga, menurut mantan Ketua Komisi Yudisial (KY) ini, "law inforcement" tidak berjalan dengan baik, banyak keadilan tidak tercapai, korupsi tidak pernah dibongkar padahal rakyat mati pelan-pelan.
KPK, lanjutnya, telah diberikan kewenangan untuk bertindak sebagai "triger mechanism", yakni kewenangan memberikan dorongan stimulasi pada pihak kepolisian dan kejaksaan agar lebih independen.
Namun yang menjadi masalah, ia mengungkapkan, sistem ketatanegaraan Indonesia masih memberlakukan kepolisian dan kejaksaan di bawah presiden.
"Idealnya keduanya (polisi dan jaksa) tidak di bawah presiden, tetapi langsung bertanggung jawab pada publik," ujar Busyro. (V002/K004)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2011