Semarang (ANTARA News) - Universitas Diponegoro Semarang membentuk tim yang bertugas menelusuri dan menginventarisasi mahasiswanya yang diduga terjerat gerakan Negara Islam Indonesia (NII).
"Tim ini dikoordinasi oleh Pembantu Rektor III Undip bekerja sama dengan berbagai pihak terkait," kata Rektor Undip, Prof. Sudharto P. Hadi, di Semarang, Jumat.
Menurut dia, kalangan badan eksekutif mahasiswa (BEM), unit kegiatan mahasiswa (UKM), termasuk kerohanian Islam, dan kepolisian akan dilibatkan untuk mengoptimalkan tugas tim tersebut.
Ia mengakui saat ini pihaknya memang sudah menemukan dua mahasiswinya dari Fakultas Peternakan yang diduga terjerat gerakan NII dan sampai sekarang keberadaan mereka belum diketahui.
Kedua mahasiswi itu adalah SF, asal Wedung, Demak, dan HR, asal Bawen. Keduanya merupakan mahasiswa angkatan 2006 dari Jurusan Nutrisi dan Makanan Ternak Fakultas Peternakan Undip.
"Kami akan terus berupaya menelusuri sejauh mana gerakan NII merambah kampus ini. Melalui tim ini, PR III Undip terus melaporkan perkembangannya kepada saya," katanya.
Ia mengatakan masih terus memantau perkembangan mahasiswa di setiap fakultas melalui peran dosen wali, yang memiliki tugas membimbing mahasiswa dalam menempuh studi.
"Mereka lebih tahu kondisi setiap mahasiswa, misalnya ada mahasiswa bimbingannya yang tidak mengonsultasikan kartu rencana studi (KRS) sejak lama," katanya.
Sudharto menjelaskan kedua mahasiswi yang diduga terjerat NII itu juga lama tidak mengisi KRS melalui dosen walinya, dan sejak itu pula mereka tidak aktif berkuliah hingga sekarang.
"Orang tuanya justru datang ke sini saat wisuda April lalu karena mengira anak mereka diwisuda. Ternyata, setelah dicek diketahui kalau anaknya sudah lama tidak kuliah," katanya.
Meski lama tidak berkuliah, kata dia, kedua mahasiswi itu ternyata masih meminta kiriman uang dari orang tuanya untuk biaya kuliah, sebelum benar-benar kehilangan kontak dengan anaknya.
"Bahkan, orang tua salah satu dari kedua mahasiswi itu menceritakan pernah dimintai uang oleh anaknya untuk biaya kuliah kerja nyata (KKN) sebesar Rp5 juta. `Masak` KKN semahal itu," katanya.
Menyikapi gerakan NII, ia mengatakan mahasiswa yang memiliki pandangan plural tidak akan mudah terpengaruh gerakan yang bersikap sektarian semacam itu, selain mahasiswa yang tidak penyendiri.
"Rencananya, kami juga akan menggelar talkshow tentang antisipasi NII pada 14 Mei mendatang, dengan menghadirkan berbagai sumber, salah satunya dari NII Crisis Center," kata Sudharto.(*)
(U.KR-ZLS/I007)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2011