Surabaya (ANTARA News) - Sebanyak 400 pelukis se-Indonesia memamerkan hasil karyanya dalam perhelatan Pasar Seni Lukis Indonesia (PSLI) di 168 stan di Balai Pemuda, Surabaya, pada 6-16 Mei 2011.
Wakil Gubernur Jawa Timur, Saifullah Yusuf, membukapasar seni dengan prosesi melukis bersama di dua kanvas bersama-sama Konsul Jenderal AS di Surabaya Kristen F Bauer, Ketua PWI Jawa Timur Dhimam Abror, dan seniman senior Eros Djarot.
"Jawa Timur diuntungkan dengan adanya PSLI ini, karena penggemar lukisan maupun pelukis sendiri punya ajang yang mampu mewadahinya," kata Saifullah.
Yang menarik, pembukaan juga menampilkan dua musikus Surabaya, yakni Tohir dan Bret. Keduanya membawakan lagu-lagu milik musisi senior asli Surabaya yang baru meninggal dunia beberapa pekan lalu, Franky Sahilatua.
Dengan musik akustik, dua lagu masing-masing berjudul "Bis Kota" serta "Lelaki dan Rembulan" dinyanyikan dan mendapat sambutan hangat pengunjung.
"Kami sudah menyiapkan Franky Sahilatua yang akan datang mengisi acara. Bahkan dia sudah memiliki lagu khusus untuk ajang ini. Namun Franky sudah lebih dulu dipanggil Sang Kuasa," tukas Ketua Panitia, M. Anis, yang juga pelukis senior Indonesia.
Setelah resmi dibuka, PSLI akan menjadi ajang yang mempertemukan perupa, kolektor, serta pecinta seni. Selama berpameran, mereka bebas menjual karya dan melakukan semua aktivitas seni.
Peserta PSLI merupakan para pekerja seni tulen, bukan pedagang karya seni. Mereka berasal dari berbagai penjuru Indonesia. Kali ini mereka juga siap menyambut masyarakat para pecinta seni untuk saling memberi keuntungan. Dalam pasar ini, meski satu stan ditempati satu pelukis, namun ruang pamer seluas 2x3 meter itu bisa diisi 2-5 pelukis bahkan lebih.
Sementara itu, Eros Djarot dalam kesempatan tersebut mengungkapkan, PSLI 2011 diharapkan bisa menjadi tempat untuk mempersatukan para pelukis di negeri ini. Ia juga mengapresiasi Jawa Timur sebagai tuan rumah digelarnya acara ini.
"Saya salut melihat Jawa Timur. Terlebih pemerintah bisa bersinergi dan menghargai para seniman. Provinsi ini memang layak dijadikan contoh dan barometer kesenian Indonesia," tutur pria yang pernah mendapat penghargaan sebagai sutradara terbaik dalam Festival film Indonesia 1988 untuk film "Tjoet Nja` Dhien" tersebut.
Bahkan ada beberapa pelukis yang mengatasnamakan komunitas para perupa dan pekerja seni lainnya. Seperti Kelompok Binatang dari Ubud Bali yang dikoordinatori perupa Agoes Djatmiko. Komunitas ini juga mengajak perupa asal Selandia Baru, Christopher John.
Tidak hanya itu, ada juga komunitas Sabar Mulut yang terdiri dari enam pelukis difabel asal Salatiga yang akan melakukan demo melukis dalam pasar seni. Uniknya, mereka menghasilkan karya dengan menggunakan kaki dan mulut. (ANT/K004)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2011