"Sehingga rakyat tidak salah menyikapinya. Kami memang mengakui, masih terdapat kekurangan. Namun tentunya kita jangan sampai juga melupakan berbagai keberhasilan yang dicapai oleh pemerintah," kata Ikhsan Modjo di Jakarta, Kamis.
Ikhsan menilai sikap kritis dan oposisi tanpa makna dan tidak disertai data dan fakta tersebut tidak selaras dengan semangat untuk menciptakan demokrasi yang produktif.
"Kekritisan yang didasari apriori adalah bentuk lain penjajahan intelektual yang sama sekali tidak mencerahkan. Justru bisa menyebabkan misinformmasi dan distorsi terhadap kebijakan pemerintah, karena tidak jarang kepentingan sempit berorientasi kekuasaan mendominasi proses dan penyampaian kritik serupa," kata dia.
Ia menambahkan, kritik tanpa substansi inilah yang absen dalam demokrasi kekinian yang sama sekali tidak membantu kualitas kebijakan pemerintah dari waktu ke waktu.
"Persoalan krisis energi sekarang, misalnya, kami berharap oposisi baik parpol atau individu bisa menyampaikan sikap yang jernih dan utuh sebagai alternatif solusi," imbuhnya.
Menurut Ikhsan, iklim politik kekinian yang belum sepenuhnya mendukung pengambilan keputusan secara rasional.
Padahal akselerasi pembangunan ekonomi membutuhkan langkah cepat dan kebijakan. ekonomi yang bersifat rasional, konsisten dan berwawasan jangka panjang.
"Masih banyak soal besar dan isu strategis pada hampir semua bidang saat ini. Sayangnya, tidak banyak gagasan bagus yang bisa ditransaksikan. Kritik terhadap pemerintah dan partai pemerintah mengalir deras, tapi kritik itu layu sebelum berkembang alias kehilangan bobot karena miskin ide alternatif," ujarnya.(*)
(Zul/R009)
Pewarta: Zul Sikumbang
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2011
Semisal mantan menkeu Rizal Ramli dan beberapa tokoh. Rizal Ramli banyak mengkritik pemerintah, karena sakit hati tidak diterima pemerintah. Kemarin kan nyodorin CV ke Presiden terpilih, 2x, cuma dipanggil panggil menjadi bagian kabinet. Contoh : Politisi yang sakit hati.