Jakarta (ANTARA) - Dua dekade setelah ASEAN membahas kemungkinan menjadi tuan rumah bersama Piala Dunia FIFA, pada 9 Oktober 2019 lima negara ASEAN sepakat mengajukan diri menjadi tuan rumah Piala Dunia 2034.
Kelimanya adalah Thailand, Indonesia, Malaysia, Singapura dan Vietnam. Mereka akan menghadapi persaingan dari China, Mesir, Zimbabwe dan Australia yang kemungkinan besar juga bakal mengajukan diri sebagai tuan rumah Piala Dunia 2034.
Di antara lima negara ASEAN itu adalah Singapura yang menjadi salah satu yang paling ambisius karena menyandingkan rencana tuan rumah bersama itu dengan proyek ambisius lolos ke putaran final Piala Dunia 2034 ketika saat itu Piala dunia sudah diikuti 48 tim sejak 2026 dari 32 tim yang selama ini boleh berperan serta.
Ini memang rencana ambisius tapi tak ada yang mustahil dalam sepak bola, apalagi tak sedikit negara kecil yang pernah merasakan atmosfer putaran final Piala Dunia seperti dicerap Uruguay, Irlandia Utara, Islandia, serta Trinidad dan Tobago yang berpenduduk jauh lebih kecil dibandingkan Singapura yang dihuni 5,6 juta orang.
Uruguay yang berpenduduk 3,4 juta sudah terlalu sering menikmati Piala Dunia dan bahkan dua kali menjuarainya pada 1930 dan 1950. Irlandia Utara yang berpenduduk 1,88 juta juga lumayan sering lolos ke putaran final Piala Dunia, yakni pada edisi 1958, 1982, dan 1986, bahkan pada 1958 mencapai perempatfinal.
Islandia yang hanya berpenduduk 366 ribu jiwa juga lolos ke putaran final Piala Dunia 2018 di Rusia dan bahkan menumbangkan tim kuat Inggris 2-1 sebelum terhenti pada perempatfinal setelah takluk kepada Prancis yang akhirnya menjuarai Piala Dunia Rusia ini. Sedangkan Trinidad dan Tobago yang berpenduduk 1,39 juta lolos ke putaran final Piala Dunia 2006.
Sukses keempat negara kecil ini membuktikan sepanjang ada kemauan dan keyakinan kuat, serta berusaha sekuat mungkin mempersiapkan diri dengan membangun kultur sepakbola yang kompetitif, masuk putaran final Piala Dunia tidaklah mustahil.
Baca juga: FIFA jamin siapa pun boleh datangi Piala Dunia Qatar
Berangkat dari fakta ini dan percaya diri bisa membangun sistem yang lebih baik, Singapura pun memaklumatkan program ambisius Unleash the Roar yang terbilang sistematis karena berdasarkan kepada tahap-tahap yang disusun secara detail oleh negara kota ini.
Rencana ini dijalankan ke dalam tiga fase di mana pada fase pertama, mulai tahun ini sampai 2022, adalah menyiapkan kondisi guna memasyaratkan sepakbola, memasukkan sepakbola dalam kurikulum pendidikan sejak tingkat dasar, dan membentuk akademi sepakbola baru.
Fase berikutnya, mulai 2023 sampai 2027, adalah mengeksekusi delapan pilar pengembangan sepakbola Singapura, termasuk meningkatkan partisipasi anak dalam sepakbola, membangun struktur pelatih elit, meningkatkan kemampuan teknis pemain dan pelatih, mengimbuhkan sains dan teknologi dalam latihan, membangun infrastruktur sepakbola, dan mengembangkan kemitraan dengan semua kalangan termasuk swasta dan masyarakat.
Fase ketiga yang dimulai 2028 sampai 2033, akan fokus diarahkan kepada performa tim nasional pada berbagai turnamen yang tujuan akhirnya lolos ke putaran final Piala Dunia 2034.
Proyek Unleash the Roar itu mulai operasional Jumat 19 November silam dengan tak tanggung-tanggung menggandeng LaLiga Spanyol dan klub Borussia Dortmund dari Bundesliga Jerman.
Presiden FIFA President Gianni Infantino yang mengunjungi Singapura tiga hari lalu pada 5 Desember turut menyanjung komitmen visioner Asosiasi Sepakbola Singapura (FAS) dalam mengembangkan sepakbola negeri itu.
Adopsi tiki-taka
LaLiga dan Dortmund akan memberikan keahlian dalam soal pengembangan pemain muda, pengembangan kepelatihan dan sains olahraga, serta menampung talenta-talenta sepakbola paling cemerlang Singapura.
LaLiga juga akan mengutus pelatih-pelatihnya guna menempati berbagai posisi kunci bersama pelatih lokal di 10 sekolah sepakbola baru di Singapura.
Tujuan FAS adalah menyebarkan kurikulum sepak bola nasional berbasiskan penguasaan bola dan permainan tempo tinggi yang serupa dengan gaya tiki-taka yang disempurnakan Spanyol dalam dua puluh tahun terakhir ini.
Sedangkan Borussia Dortmund akan berbagi keahlian mengembangkan program pengembangan pelatih guna menghasilkan pelatih-pelatih berkualitas tinggi dalam semua level sepakbola Singapura.
Terdengar ambisius dan mentereng memang, tetapi sebagian kalangan meragukan efektivitas program ini karena Singapura tak berusaha seagresif negara-negara seperti Qatar dalam membangun infrastruktur sepakbola.
Namun kritik semacam itu pun dibantah karena Unleash the Roar juga menekankan pentingnya infrastruktur sepakbola dan bahkan memasukkannya pada delapan pilar pembangunan kembali sepakbola Singapura.
Baca juga: FIFA pasang target akhir tahun perkenalkan "venue" Piala Dunia 2026
Ini semua adalah sedikit gambaran betapa serius Singapura mempersiapkan sepakbolanya ke pentas global, sekalipun sejumlah kalangan khawatir proyek ini akan mengulang kegagalan "Goal 2010" yang digagas PM Singapura saat itu, Goh Chok Tong, ketika pada 1998 Singapura mencanangkan proyek nasional meloloskan negara ini ke putaran final Piala Dunia 2010.
Dan mimpi lolos ke putaran final PD 2010 itu tak terwujud.
Namun demikian, otoritas olahraga Singapura membantah program lebih dari satu dekade lalu itu gagal total karena faktanya sepakbola Singapura berubah menjadi kekuatan terpandang di ASEAN dengan empat kali menjuarai Piala AFF pada 1998, 2004, 2007 dan 2012 yang bahkan belum pernah dialami Indonesia yang memiliki liga jauh lebih besar dan berpenduduk jauh lebih banyak.
Presiden FAS Lim Kia Tong sendiri menyatakan Unleash the Roar berbeda dari Goal 2010 yang didasari semata mencatat hasil terbaik di kancah global dengan satu-satunya tujuan lolos Piala Dunia 2010.
Sebaliknya Unleash the Roar lebih fokus membangun fundamental sepakbola, mulai dari akar rumput sampai tingkat elit, sambil menciptakan dan mengembangkan gaya sepakbola menekan bertempo tinggi yang bakak menjadi ciri khas sepakbola Singapura.
Unleash the Roar juga tak menitikberatkan sukses sepakbola kepada pemain naturalisasi, melainkan berfondasikan ekosistem sepakbola berkelanjutan yang menyemai talenta-talenta lokal sehingga kuat menyangga sepakbola Singapura secara jangka pandang dan tak cuma demi lolos ke Piala Dunia 2034.
Apakah proyek ini bakal mengulangi "Goal 2010" yang gagal mengantarkan Singapura ke Piala Dunia 2010? Tak ada yang bisa menjawabnya.
Namun upaya serius nan ambisius Singapura dalam membangun ekosistem sepakbolanya sampai-sampai ingin menciptakan gaya bermain sendiri yang menekankan penguasaan bola dan tempo tinggi adalah patut diteladani siapa pun yang ingin tim sepakbolanya pentas di level global.
Baca juga: Spanyol-Portugal resmi ajukan diri jadi tuan rumah Piala Dunia 2030
Copyright © ANTARA 2021