Jakarta (ANTARA) - Ketua Fraksi PKB DPR RI Cucun Ahmad Syamsurijal menyatakan fraksinya akan fokus memperjuangkan pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) dan RUU Kesejahteraan Ibu dan Anak.
Menurut Cucun, berdasarkan keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Rabu, kedua RUU tersebut menjadi target prioritas Fraksi PKB dari 40 RUU dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2022 karena mempertimbangkan dinamika di lapangan.
“Kami menilai RUU TPKS layak untuk segera ditetapkan karena saat ini terjadi darurat kekerasan seksual, sedangkan RUU Kesejahteraan Ibu dan Anak begitu penting karena akan memastikan jaminan kesehatan, ketercukupan gizi, hingga kesejahteraan ibu dan anak di Tanah Air,” ujar Cucun.
Untuk diketahui, DPR RI telah menetapkan 40 RUU sebagai Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2022 dalam rapat paripurna, Jakarta, Selasa (7/12).
Baca juga: Komnas Perempuan desak RUU TPKS segera disahkan
Baca juga: Perkuat payung hukum cegah kekerasan seksual pada anak
Baca juga: Panja RUU TPKS: Sebarkan narasi positif tentang RUU TPKS
Terkait RUU TPKS, kata Cucun, aturan tersebut mendesak untuk disahkan karena korban kekerasan seksual di Indonesia semakin banyak, mulai dari anak di bawah umur, para pelajar, hingga ibu rumah tangga. Dari kasus termutakhir, Cucun mencontohkan peristiwa bunuh diri Novi Widyasari karena mengalami kekerasan dalam berpacaran.
Menurutnya, kasus itu menjadi momentum untuk menyadari pentingnya perlindungan terhadap korban kekerasan seksual di Tanah Air.
“RUU TPKS ini tidak sekadar memastikan hukuman bagi pelaku, tetapi juga perlindungan organ negara bagi korban kekerasan seksual agar bisa speak up (angkat bicara) sehingga tidak menyakiti diri sendiri,” tambah dia.
Cucun juga menilai kekerasan seksual di Indonesia saat ini selayaknya fenomena gunung es, yaitu kasus yang muncul ke permukaan tampak tidak seberapa, padahal kasus di lapangan sangat banyak.
Salah satu pemicu fenomena tersebut, kata dia, adalah korban kekerasan seksual yang tidak berani angkat bicara. Para korban, lanjut Cucun, merasa malu ataupun takut pada stigma dari masyarakat. Oleh karena itu, mereka lebih memilih untuk memendamnya sehingga mengalami kekerasan berulang yang menekan fisik, mental, bahkan spiritual.
“Situasi ini tidak boleh terus dibiarkan sehingga RUU TPKS yang menjadi payung hukum untuk melindungi korban harus segera disahkan,” tegas Cucun.
Terkait RUU Kesejahteraan Ibu dan Anak, menurut Cucun, aturan itu tidak kalah penting karena angka kematian ibu di Indonesia akibat melahirkan dan angka stunting pada anak masih tinggi. Cucun pun menilai ketiadaan perlindungan dan jaminan kesejahteraan bagi para ibu yang bekerja berdampak pada anak-anak mereka.
“Para ibu yang harus bekerja terkadang sulit memberikan ASI eksklusif karena cuti melahirkan yang terbatas. Selain itu, ibu pekerja juga harus mendapat beban ganda saat harus merawat anak-anak mereka di usia emas,” jelas dia.
Tantangan yang dihadapi para ibu tersebut, kata Cucun harus mendapatkan afirmasi dari negara, seperti memberikan cuti melahirkan yang lebih panjang.
Dalam RUU Kesejahteraan Ibu dan Anak, tambah dia, diusulkan agar cuti bagi ibu melahirkan berdurasi 6-7 bulan sehingga mereka bisa memberikan ASI eksklusif kepada bayinya.
“Bayi ini merupakan aset bangsa, para generasi emas yang harus mendapatkan perhatian dari ibu di masa pertumbuhan krusial mereka. Kami berharap pengesahan RUU Kesejahteraan Ibu dan Anak akan memastikan generasi muda Indonesia bakal lebih berkualitas di masa depan karena terjamin asupan gizi dan kesejahteraan mereka dari usia dini,” tutup Cucun.
Pewarta: Tri Meilani Ameliya
Editor: M Arief Iskandar
Copyright © ANTARA 2021