Jakarta (ANTARA News) - PT Jamsostek sedang merancang pelayanan kesehatan bagi para eksekutif yang selama ini tidak masuk dalam program Jaminan Pelayanan Kesehatan (JPK).
Dirut PT Jamsostek Hotbonar Sinaga di Jakarta, Kamis, mengatakan, jika revisi peraturan pemerintah (PP) mengenai JPK sebagaimana diusulkan Kemenakertrans terbit maka diperlukan penyesuaian layanan kesehatan tidak hanya pada buruh, tetapi juga pada para eksekutif.
"Kami tidak ingin karyawan dan eksekutif hanya membayar iuran JPK tetapi tidak bisa atau enggan menikmati fasilitas JPK karena kualitas layanannya tidak sesuai dengan level mereka," kata Hotbonar.
Karena itu BUMN itu akan meningkatkan kualitas layanan dengan kompensasi para eksekutif tersebut menambah jumlah iuran JPK-nya.
Dijelaskannya, konsep itu berbeda dengan layanan kesehatan asuransi lain karena iuran JPK mereka tidak hilang, hanya saja mereka menambah premi iuran.
Pada layanan asuransi kesehatan lainnya mereka membayar premi asuransi baru sementara iuran untuk jaminan kesehatan dasar tidak digunakan.
Jika pemerintah merevisi PP No.14/1993 tentang Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja, khususnya tentang opting out (kewajiban bersyarat) kepesertaan JPK dilaksanakan maka setiap perusahaan wajib mengikutsertakan pekerjanya dalam program JPK.
Saat ini program JPK hanyalah wajib bersyarat, artinya perusahaan boleh tidak mengikutsertakan pekerjanya dalam program JPK dengan syarat menjamin pelayanan kesehatan pekerja secara mandiri atau melalui program asuransi kesehatan yang lebih baik dari JPK Jamsostek.
Pada praktiknya, banyak perusahaan tidak mengikutsertakan pekerjanya dalam program JPK sehingga merugikan para pekerja.
Menimbang kondisi itu, PT Jamsostek mengusulkan penyesuaian ceiling wages (acuan perhitungan upah) untuk program JPK dan pencabutan opting out.
Saat ini ceiling wages yang diberlakukan senilai Rp1 juta, dengan aturan baru akan menjadi sekitar Rp3juta per pekerja.
Kewajiban ikut program Jamsostek itu diharapkan berlaku dua tahun sejak revisi PP No.14/1993 diberlakukan, artinya jika diterbitkan tahun ini maka 2013 pengusaha wajib mengikutsertakan pekerjanya dalam program JPK.
Dalam jangka waktu itu pengusaha diberi waktu untuk menyelesaikan masalah kepesertaan pelayanan kesehatannya dengan pihak ketiga (asuransi swasta).
"Setelah itu, berdasarkan PP yang diperbaharui itu maka pengusaha wajib mendaftar pekerjanya dalam program JPK," kata Hotbonar.
Kompensasinya, PT Jamsostek akan memperluas cakupan layanan diantaranya layanan untuk pengobatan kanker, hemodialisa dan jantung, yang selama belum tercakup karena rendahnya iuran dari peserta program JPK.
Peningkatan kualitas pelayanan kesehatan tersebut sudah disinggung Presiden Susilo Bambang Yudhoyono saat bertemu dengan kalangan buruh di peringatan May Day di Cileungsi, Jabar, 1 May lalu.
Presiden yang memberi apresiasi atas kinerja PT Jamsostek selama ini meminta agar cakupan dan kualitas layanan kesehatan untuk pekerja ditingkatkan.
Hotbonar, dalam kesempatan itu mengatakan akan memperhatikan masalah tersebut, diantaranya memperluas kepesertaan JPK dari pilihan menjadi wajib.
Saat ini peserta JPK sebanyak 2,18 juta pekerja, dengan tertanggung (anak dan keluarga) menjadi 5,04 juta. Dengan adanya pencabutan opting out maka diharapkan sekitar 9 juta pekerja aktif atau sekitar 23 juta tertanggung mendapat pelayanan JPK secara maksimal.
(E007)
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2011