evaluasi diperlukan guna mengetahui apakah vaksin COVID-19 yang digunakan memiliki efektivitas sama seperti sebelumnya atau tidakJakarta (ANTARA) - Epidemiolog Universitas Andalas Defriman Djafri menyebutkan pemerintah perlu kembali melakukan evaluasi terkait dengan seberapa besar efektivitas vaksin COVID-19 yang digunakan saat ini.
“Menurut saya melihat fenomena yang terjadi, vaksin adalah sebuah ikhtiar yang harus kita kejar. Meskipun tidak ada jaminan bahwa apakah bisa menangkal varian baru ini. Jadi unpredictable variant apalagi yang akan muncul,” kata Defriman dihubungi di Jakarta, Selasa.
Menanggapi risiko bila target vaksinasi tak mencapai 70 persen di akhir tahun, Defriman menuturkan evaluasi diperlukan guna mengetahui apakah vaksin COVID-19 yang digunakan masih memiliki efektivitas yang sama seperti sebelumnya atau tidak.
Baca juga: Kemenkes: Sel memori ciptakan antibodi meski efikasi vaksin menurun
Sekaligus untuk mengetahui seberapa besar dapat membantu melindungi diri dari varian-varian baru yang nantinya akan muncul.
Evaluasi itu juga diperlukan untuk membuktikan apakah kasus COVID-19 yang saat ini landai dan terkendali memang disebabkan oleh tingginya cakupan vaksinasi.
Atau karena masyarakat Indonesia secara tak sadar sudah banyak yang terinfeksi dan secara tidak sadar dapat bertahan dan membentuk vaksin alami yang dapat membuat sel memori mengingat jenis virus yang masuk ke dalam tubuh.
Baca juga: Kemenkes: Efikasi Novavax 96,4 persen untuk COVID-19 varian non-Alfa
“Bisa saja orang terinfeksi secara alamiah, itu kan membentuk antibodi juga. Artinya, antibodi terbentuk bukan karena divaksin, tetapi karena dia sudah terinfeksi dan dia sudah mengenal virus itu ketika dia sembuh. Jadi itu juga tidak akan terinfeksi ke yang lain, itu menjadi pertanyaan besar,” kata dia.
Dalam kesempatan itu, dia juga menyarankan agar pemerintah mengembangkan survei yang terkait tidak hanya pada sudah atau belumnya Indonesia mencapai kekebalan kelompok saja, tetapi juga terkait dengan berapa banyak orang yang sudah terinfeksi, orang yang memiliki kekebalan pada virus hingga apakah virulensi virus corona itu menurun.
Ia mengatakan perlu pula melakukan survei yang dapat menjawab apakah kasus terkendali diakibatkan oleh protokol kesehatan yang dijalankan atau karena intervensi pembatasan yang diterapkan dan terbukti efektif menekan kasus.
Baca juga: BPOM: Efikasi dosis lengkap vaksin Covovax 88,9 persen pada lansia
Oleh sebab itu, dia meminta agar pemerintah segera mengevaluasi dan mengumumkan kepada masyarakat mengenai data-data tersebut, guna menjawab hal-hal yang menjadi konspirasi atau pertanyaan dalam masyarakat supaya dapat lebih memperjelas pemahaman mengenai kondisi COVID-19 di Indonesia saat ini.
“Harus terus dievaluasi dan diumumkan, contoh Sinovac itu efektivitas untuk Indonesia berapa, AstraZeneca berapa, Moderna berapa. Peneliti BPOM harus mengumumkan itu termasuk survey tadi. Jadi memang harus dipastikan,” tegas Defriman.
Baca juga: Luhut: Vaksinasi COVID-19 ketiga paralel di semua provinsi mulai 2022
Pewarta: Hreeloita Dharma Shanti
Editor: Agus Salim
Copyright © ANTARA 2021