Kerja sama pemrosesan dan peleburan material metal, terutama nikel dan aluminium tersebut untuk membantu Indonesia mencapai industri terbarukan sekaligus meningkatkan kapasitas produksi.
"Kerja sama itu juga akan mengurangi ekspor bahan mentah Indonesia," kata mantan Wakil Ketua Kadin China Bidang Ekspor-Impor Metal, Mineral, dan Kimia, Zhou Shijian, dikutip Global Times, Selasa.
Menurut dia, kerja sama tersebut juga bisa memberikan nilai tambah bagi Indonesia.
Chengtun Mining yang berkantor pusat di Xiamen, Provinsi Fujian, berencana menggandeng mitranya di Indonesia untuk membangun perusahaan baru dengan investasi awal senilai 1 juta dolar AS.
Pekerjaan konstruksi proyek pemrosesan dan peleburan tersebut akan dimulai pada Juni atau Juli 2022 yang direncanakan mampu menghasilkan 40 ribu ton per tahun.
"Setelah berproduksi, produk kami bisa memenuhi semua pasar. Namun kami akan memprioritaskan ekspor ke pasar China jika ada permintaan," demikian pernyataan Chengtun, Senin (6/12).
Huayou Cobalt, perusahaan China lainnya, memulai uji coba produksi di Indonesia pada bulan ini.
Proyek tersebut dirancang mampu menghasilkan 60 ribu ton nikel dan metal per tahun.
Peningkatan perusahaan aluminium tahap kedua China Hongqiao Group di Indonesia telah berlangsung mulus.
"Target kami bisa mencapai kapasitas produksi yang dirancang pada tahun 2022, namun bisa berproduksi secara penuh pada tahun ini," demikian Hongqiao.
Indonesia menjadi importir feronikel terbesar China. Sekitar 84 persen dari total impor feronikel China berasal dari Indonesia.
Sepanjang Januari-Oktober 2021, volume impor feronikel dari Indonesia mencapai 2,61 juta ton atau meningkat 21,13 persen dibandingkan periode yang sama 2020.
Baca juga: Luhut bidik potensi ekspor ke China tahun depan
Baca juga: Indonesia-China tandatangani proyek industri migas Rp21,6 triliun
Pewarta: M. Irfan Ilmie
Editor: Atman Ahdiat
Copyright © ANTARA 2021