Jakarta (ANTARA News) - Koalisi Pemantau Peradilan mengatakan, Panitia Kerja RUU Komisi Yudisial (KY) yang menginginkan agar lembaga tersebut memiliki fungsi penyadapan adalah berlebihan karena penyadapan bukanlah termasuk kewenangan ranah KY.
Siaran pers Koalisi Pemantau Peradilan yang diterima di Jakarta, menyebutkan, DPR melupakan khitah KY sebagai lembaga pengawas eksternal yang hanya berwenang menegakkan kode etik dan kode perilaku hakim.
Dengan demikian, masih menurut Koalisi, KY tidak berwenang menegakkan hukum pidana sehingga tidak seharusnya diberikan kewenangan melakukan upaya paksa dalam hal ini penyadapan.
Karenanya, koalisi juga menyatakan tidak tepat apabila "wewenang lain" dalam Pasal 24B UUD 1945 diterjemahkan sebagai kewenangan melakukan penegakan hukum pidana.
Sebagaimana diketahui, Pasal 24B ayat (1) UUD 1945 menyatakan bahwa KY memiliki kewenangan untuk mengusulkan calon Hakim Agung dan wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran, serta perilaku hakim.
Koalisi juga mengemukakan, usulan kewenangan penyadapan dengan argumentasi untuk mengungkap kasus pelanggaran kode etik hakim seperti suap dan pemerasan adalah tidak tepat.
Seharusnya, ketika KY menemukan indikasi tindak pidana segera melaporkan hal tersebut kepada Kepolisian, Kejaksaan atau KPK sebagai lembaga yang dinilai berwenang.
Jika hal ini tidak dilakukan maka berpotensi menimbulkan kekacauan sistem penegakan hukum dan bahkan dapat menimbulkan preseden negatif di masa depan dimana tindak pidana yang dilakukan pejabat pengadilan ditarik dan diselesaikan di ranah etik.
Selain itu, dalam konteks perlindungan hak asasi manusia, maka seluruh kegiatan penyadapan pada dasarnya adalah dilarang karena melanggar hak konstitusional warga negara, yakni hak privasi dari setiap orang untuk berkomunikasi sebagaimana diberikan oleh Pasal 28F UUD 1945.
Penyadapan sebagai perampasan kemerdekaan hanya dapat dilakukan sebagai bagian dari hukum acara pidana, seperti halnya penyitaan dan pengeledahan.
Koalisi Pemantau Peradilan antara lain terdiri atas Lembaga Kajian dan Advokasi untuk Independensi Peradilan (LeIP), Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia (MaPPI FH UI), Masyarakat Transparansi Indonesia (MTI), dan Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK)
Sebelumnya, Juru Bicara KY Asep Rahmat Fadjar mengatakan wewenang penyadapan KY harus disesuaikan dengan Undang-undang (UU) lain supaya tidak bentrok dan sesuai dengan prinsip Hak Asasi Manusia (HAM). (M040/K004)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2011