Jakarta (ANTARA News) - Kemerdekaan berprofesi perlu dijaga khususnya di Indonesia sebagai negara demokrasi dan hak itu terancam hilang jika kebebasan pers mati atau tak dijamin.

"Kalau kemerdekaan pers hilang, maka kemerdekaan profesi lain juga akan hilang. Kemerdekaan profesi hakim misalnya juga tidak akan ada bila media tidak memiliki kebebasan," kata Wakil Ketua Dewan Pers, Bambang Harimurti, di Jakarta, Selasa malam.

Ia yang hadir dalam acara Dialog Interaktif Pers Bicara di LPP RRI menyatakan apresiasinya bahwa pers Indonesia sedang menuju pada kebebasannya meskipun belum sepenuhnya bebas.

Freedom House bahkan menyatakan pers Indonesia baru separuh bebas.

Frontier dalam perangkingan persnya pada 2010 menempatkan Indonesia pada posisi 117 dari tahun sebelumnya 101. Ranking itu berada beberapa tingkat di bawah ranking kebebasan pers Timor Leste.

"Kemerdekaan pers saat ini dimaknai seolah setiap orang bisa membuat persnya sendiri, sehingga pers dimulai dari industri," katanya.

Pemilik modal melihat media sebagai industri dan mencari untung melalui media.

"Karena dia bisa mempengaruhi opini publik melalui media yang dia miliki maka dia memiliki pengaruh yang besar," katanya.

Ia mencontohkan, saat ini sudah hampir 100 persen media televisi dikuasai oleh kalangan industri bahkan sebagian media cetak juga dimiliki oleh kalangan yang dasarnya bukan berasal dari bidang jurnalistik.

"Saya tidak anti, tapi harus ada keberagaman, harus ada keseimbangan yang perlu dijaga dalam hal kepemilikan," katanya.

Menurut dia, intervensi kebebasan pers yang kerap dan sangat mungkin dilakukan oleh pemilik media pada dasarnya merupakan tindakan pidana yang melanggar UU Pers dan dapat dihukum 2 tahun penjara.

"Di negara lain misalnya Australia, kepemilikan modal seseorang lebih dari 15 persen terhadap media dilarang," katanya.

Di Indonesia masih diperbolehkan kepemilikan satu orang atas beberapa media yang berbeda dengan menggunakan nama perusahaan yang berbeda-beda.

Pada kesempatan yang sama, Komisioner Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), Idy Muzzayad, mengatakan, pemusatan kepemilikan media di Indonesia dilarang.

"Keberagaman pemilik mutlak perlu demi keberagaman isi," katanya.

Menurut dia, jika kepemilikan semakin tunggal maka suara yang akan dihasilkan pasti sama sehingga dikhawatirkan ada kepentingan yang bias di dalamnya.

Pihaknya akan mengawal revisi UU Penyiaran khususnya dari sisi kepemilikan agar tidak terjadi kepemilikan tunggal media di Tanah Air.

Sementara itu Dirut LLP RRI, Niken Widiastuti, menambahkan, pihaknya menyatakan siap menjamin terlaksananya kebebasan pers tanpa intervensi di RRI.

"Kami siap melaksanakan kebebasan pers dan menjadi media penyeimbang di Indonesia," katanya.

Pada kesempatan itu, pihaknya meluncurkan program terbaru Dialog Interaktif Pers Bicara menyambut hari kebebasan pers sedunia setiap 3 Mei.(*)
(T.H016/M027)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2011