Washington (ANTARA News/AFP) - Dengan membunuh, bukan menangkap, Osama bin Ladin, Amerika Serikat menghindari tontonan persidangan, yang bisa memberi Al Qaida dorongan propaganda dan menciptakan sakit kepala politik bagi Presiden Barack Obama, kata pengulas pada Senin.
Meskipun ia secara resmi dicari hidup atau mati, menggelandang Osama dalam borgol akan membuka kemasan baru dilema hukum dan politik bagi Washington, bahan pemicu silang pendapat tentang cara memperlakukan dan mengadili tersangka teroris.
"Saya pikir, Gedung Putih mungkin bernapas lega bahwa ia tewas, bukan tertangkap," kata Andrew Exum, purnawirawan perwira Angkatan Darat dan anggota Pusat Keamanan Baru Amerika.
"Ada bahaya nyata jika ia ditangkap, sidang akan seperti sirkus, penahanan akan seperti sirkus. Bagaimana kita mengadilinya melalui sistem hukum akan menjadi rumit," kata Exum kepada kantor berita Prancis AFP.
Tidak seperti Presiden Irak Saddam Hussein, Osama tidak akan memiliki kesempatan menentang di pengadilan dan memuaskan pengagumnya.
Penahanan Saddam Hussein di Irak pada 2003 mungkin memperingatkan Gedung Putih, dengan mantan orang kuat mengecam hakim dan hukuman kacaunya memicu simpati di antara warga Sunni di seluruh wilayah itu.
Saddam menjadi pahlawan di dunia berbahasa Arab, kata Exum.
Pembunuhan politik pernah dikutuk sebagai dampak Perang Dingin dan dilarang pada 1970-an, tapi setelah serangan 11 September 2001, gerakan "menjurus" sekarang sedikit membangkitkan perlawanan umum.
"Tak mungkin terlalu banyak kecaman atas keputusan membunuh Osama daripada menangkapnya hidup, untuk satu hal, kita menghindari yang pasti menjadi sidang bermasalah besar," kata pengulas Joshua Keating di laman majalah "Foreign Policy".
Politik menuntut tersangka teroris berubah semakin partisan di Washington, dengan pengecam Obama dari Republiken menolak pengadilan umum bagi tahanan dan berupaya menghalangi pemindahan narapidana penjara Guantanamo ke daratan Amerika Serikat.
Menangkap Osama kemungkinan besar memerlukan membawanya ke penjara di pangkalan angkatan laut Amerika Serikat di teluk Guantanamo, Kuba, dan kemudian mengadakan persidangan di mahkamah tentara atau umum.
Obama akan menghadapi pemeriksaan di dalam dan luar negeri atas setiap rinci perlakuan terhadap Osama, dan mungkin kecaman dari baik pegiat hak asasi di kiri maupun kelompok elang "perang melawan teror" di kanan.
Pejabat pertahanan dan intelijen Amerika Serikat pada Minggu bersikeras bahwa gerakkan itu tidak menutup kemungkinan menangkap hidup Osama, tapi ia dan rombongannya memilih "melawan" pasukan tempur helikopter tersebut.
"Pusat perhatian utama dan satu-satunya gerakan itu adalah membunuh atau menangkap Osama. Ada kepastian menangkap, yang harus ada," kata pejabat tinggi pertahanan kepada wartawan.
Dengan memakamkan Osama di laut, pejabat Amerika Serikat secara diam-diam menghapus arsitek Al Qaida itu dari pandangan umum, bukan memungkinkan makamnya berubah menjadi tempat suci bagi pengikut pria itu, yang bangga dalam pembantaian pada serangan 11 September.
Israel memilih cara sama setelah membunuh penjahat perang Nazi Adolf Eichmann pada 1962, menghamburkan abunya ke laut Tengah.
"Kita tidak perlu kuburan menjadi tempat suci dan kita tidak harus menyerahkan mayatnya kepada keluarga," kata Perdana Menteri Israel David Ben-Gurion kepada kabinetnya pada saat itu.
Sehari setelah serangan di kediaman Osama itu, pemerintah Amerika Serikat belum menyiarkan gambar atau rekaman jasad pemimpin Alqaida tersebut, meskipun ada seruan dari sejumlah anggota parlemen, yang berpendapat bahwa itu penting untuk menunjukkan kepada dunia bahwa pendiri Al Qaida tersebut betul-betul tewas akibat peluru menembus kepala.
Ketua Panitia Intelijen Dewan Perwakilan Rakyat Mike Rogers dari Republiken menyatakan pejabat Amerika Serikat menimbang penyiaran gambar itu.
"Kami ingin memastikan bahwa kita menjaga martabat -jika ada- Osama bin Ladin, sehingga kita tidak membuka masalah di tempat lain di dunia dan masih memberikan cukup bukti bahwa orang yakin bahwa itu adalah Osama bin Ladin," katanya.(*)
(U.B002/H-RN)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2011
Takutnya sih gak dibuang di laut, tapi dibawa ke AS, di kloning atau bahkan di bedah tuh jadi penelitian disa. Naujuh Billah......jangan sampai terjadi.......