Jakarta (ANTARA News) - Mantan Menteri Luar Negeri RI Nur Hassan Wirajuda mengatakan pada Selasa tren yang sedang terjadi di kawasan Timur Tengah dan Afrika Utara sebaiknya dijadikan pelajaran untuk ASEAN.
"Hal yang terjadi di kawasan Timur Tengah dan Afrika Utara dapat menjadi pelajaran untuk ASEAN," kata Hassan sebagai pembicara dalam Konferensi Masyarakat Sipil ASEAN (ACSC)/ Forum Rakyat ASEAN (APF) 2011 di Jakarta, Selasa.
Ia mengatakan lebih baik memiliki proses pengaturan demokratisasi dibanding mendapati "sudden death", sebagaimana yang terjadi di kawasan Timteng dan Afrika Utara.
"Tidak ada dalam kawasan ASEAN yang dapat menyangkal bahwa pada satu titik proses perkembangan ekonomi, bila perut orang sudah penuh dengan mengorbankan intelektual Anda, sebagai efek dari perkembangan ekonomi tersebut maka permintaan mereka selanjutnya ialah kebebaasan yang lebih besar," jelasnya, dihadapan partisipan yang terdiri dari berbagai LSM dan masyarakat sipil di kesepuluh negara anggota ASEAN.
ASEAN telah memiliki fondasi yang baik untuk menjalani proses demokrasi, karena sudah terkandung dalam Piagam ASEAN, dan pencapaian itu tergantung pada pemerintah dan masyarakat sipil, katanya.
Sebelumnya, Hassan memaparkan perlunya proses dan pertemuan agar lebih melibatkan masyarakat sipil di ASEAN, guna menentukan bagaimana pemerintah dan masyarakat sipil dapat terfokus pada pengembangan demokrasi, HAM dan good governance di ASEAN, salah satu prinsip yang terkandung dalam Piagam ASEAN.
"Karena dengan masyarakat yang lebih terbuka dan demokratis, ASEAN memiliki kesempatan yang terbuka lebar untuk membangun komunitas kawasan," kata Hassan, menyinggung fokus dari KTT ASEAN tahun ini mengenai pencapaian Komunitas ASEAN pada 2015.
Hassan juga mengatakan bahwa peran masyarakat sipil tersebut tidak serta merta bermaksud mengganggu permasalahan dalam negeri negara anggota ASEAN, melainkan untuk mengingatkan komitmen terhadap yang terkandung dalam piagam ASEAN.
"Anda nanti ingatkan kepada pemerintah mengenai komitmen mereka dalam mempromosikan demokrasi, HAM dan `good-governance`, dan itu bukanlah mengintervensi masalah dalam negeri mereka, tetapi mengingatkan terhadap komitmen mereka," katanya.
ACSC/APF 2011 diikuti oleh 1.200 partisipan dari berbagai LSM di kesepuluh negara anggota ASEAN. LSM yang tergabung mewakili perjuangan kesetaraan gender, keadilan ekonomi, penegakan HAM termasuk hak kaum keterbatasan fisik, hak buruh, serta perlindungan hak waria.
Ketua Panitia ACSC/APF 2011 mengatakan bahwa konferensi itu bertujuan untuk mencari wadah bertukar pikiran bagi sejumlah lembaga swadaya masyarakat di ASEAN.
"Tujuan bersama kami cuma satu, bahwa kami hanya meminta wadah untuk bertukar pikiran," kata Indah Suksmaningsih di sela acara yang dilakukan di Hotel Ciputra pada 3-5 Mei 2011.
Ia menekankan bahwa tujuan yang mendasar dari sejumlah besar LSM ialah ruang untuk berbicara sebagai masyarakat sipil di ASEAN, dan untuk mencapai tujuan itu perlu keterlibatan yang bersifat institusional.
Indah juga menjelaskan bahwa apa yang terjadi di lapangan itu sebenarnya lebih dikuasai oleh masyarakat sipil dan LSM.
Apa yang terjadi di dalam dunia nyata, akibat dari kebijakan pemerintah itu, kita (masyarakat sipil) yang tahu," katanya.
Acara tersebut dimulai satu hari mendahului KTT ASEAN, yang akan dilaksanakan pada 4-8 Mei di JCC. Konferensi Tingkat Tinggi itu akan membahas berbagai hal, dan terfokus pada pencapaian Komunitas ASEAN pada 2015.
ASEAN terdiri dari Brunei Darussalam, Malaysia, Thailand, Singapura, Filipina, Myanmar, Kamboja, Laos, Vietnam, dan Indonesia sebagai ketua tahun ini.
(T.KR-IFB)
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2011