Meskipun Mou dianggap lawan-lawanya mengidap "sampar", ia tetap mengajukan pertanyaan mendasar, apa itu sebenarnya sampar? Itulah hidup, itulah sepak bola, begitu saja!
Jakarta (ANTARA) - Tembakan bertubi-tubi kini terarah kepada "Special One", dari cibiran sebagai pribadi angkuh sampai sosok penakut ketika ditantang oleh seteru-seterunya di ladang pembantaian bertajuk Liga Champions. Musuh menanti hari penghakiman baginya sebagai pembalasan setimpal.
Dan Jose Mourinho tahu betul bahwa ia bakal disergap oleh sekawanan musuh. Oleh musuh-musuhnya, Mou dicibir dan dijauhi karena telah mengidap penyakit sampar.
Bagi sastrawan dan filsuf Albert Camus, novel bertajuk sampar memunculkan tokoh dokter Rieux yang terus berjuang dengan segala cara untuk mengatasi wabah sampar. Alhasil, sia-sia!
Kini pelatih Real Madrid itu memerankan tokoh Rieux. Mou tahu betul hasilnya akan sia-sia, karena ia tahu betul bahwa sepak bola layaknya hidup yang bermakna serba absurd, tidak menentu dan sia-sia belaka.
Pria asal Portugal itu paham bahwa laga bola tidak boleh dihadapi dengan sikap putus asa. Ini lantaran ia telah mengalami rentetan penderitaan demi penderitaan.
Untuk kali pertama, sejak tahun 2002, Mou mengenyam dua kekalahan di kandang dalam dua laga berturut-turut. Ia harus rela melihat anak asuhnya keok beruntun di kandang ketika menghadapi seteru lawasnya Barcelona di Liga Champions, Rabu lalu, dan Real Zaragoza di Liga BBVA, Sabtu atau Minggu (1/5/2011) dini hari WIB.
Mou ingin pasukannya bersikap heroik, artinya meskipun kalah, mereka wajib melakukan apa saja yang mungkin dilakukan. Terakhir kali Mou menelan pil pahit dua kekalahan kandang secara beruntun saat ia masih membela Porto tahun 2002 lalu.
Saat itu, ia menyaksikan timnya dipaksa bertekuk lutut oleh Beira Mar di kompetisi domestik dan Real Madrid di Liga Champions.
Dari sejumlah pelatih gaek sampai pemain jempolan, Mou telah dianggap mengidap sampar. Bersama Camus, mereka yang mengkritik Mou mengulangi salah satu tesis kunci sampar bahwa, " ada satu kegagalan yang terus menerus. Hidup memang absurd, tetapi idealisme harus terus diperjuangkan."
Ketika tokoh Tarrou sebagai sahabat Rieux berkata bahwa kemenangan melawan sampar akan selalu bersifat sementara. Dan Rieux mengamininya seraya mengatakan, "Itu bukan alasan untuk menghentikan perjuangan." Mou mengualangi kredo yang dilontarkan Rieux.
Pelatih kawakan Ottmar Hitzfeld menuduh Mou telah meneror nama besar Real Madrid dengan menyajikan resep penampilan ultra-defensif ketika menghadapi Barcelona. Komentar-komentar Mou juga dinilai sebagai "kritik murahan". "Semuanya itu tidak bersesuaian dengan harapan dari para petinggi Madrid," kata Hitzfeld yang menulis dalam kolom di sebuah majalah Jerman, Kicker.
"Nama dan reputasi yang disandang Real sebagai salah satu tim legendaris dirusak oleh semua perilaku itu," kata pelatih yang punya segudang prestasi itu. Hitzfeld telah membawa Borussia Dortmund dan Bayern Munich menjuarai Liga Champions ditambah tujuh kali juara Bundesliga bersama dua klub itu.
Pelatih berusia 62 tahun itu juga mengidap sampar. Ia punya memori pahit. Ketika menangani timnas Swiss, ia dikritik habis lantaran tim asuhannya itu dinilai tampil amat defensif.
Gelandang Real Madrid, Cristiano Ronaldo, mengatakan timnya melakonkan strategi bertahan saat melawan Barcelona pada leg pertama semifinal Liga Champions di Santiago Bernabeu, Rabu (27/4).
Menurutnya, ia mampu lebih berperan jika Mourinho memainkan strategi menyerang. "Aku tak menyukainya, tetapi aku harus beradaptasi karena memang itulah sistemnya," ujar Ronaldo berargumentasi.
Hubungan Mou dan media Spanyol semakin tidak harmonis ketika pelatih Real Madrid itu kembali menolak mentah-mentah untuk menjawab pertanyaan setelah selesainya pertandingan antara Real Madrid melawan Barcelona Minggu dinihari.
"Saya tidak mau menghargai orang-orang yang juga tidak menghargai wakil saya, padahal dia adalah orang yang menukangi tiga juara setingkat turnamen Eropa, dan dia memiliki semua kredibilitas untuk menjadi wakil saya dalam sebuah konferensi pers, namun anda-anda tidak menghargai dia kemarin," katanya berapi-api.
Meskipun Mou dianggap lawan-lawanya mengidap "sampar", ia tetap mengajukan pertanyaan mendasar, apa itu sebenarnya sampar? Itulah hidup, itulah sepak bola, begitu saja!
"Kami punya moral dalam setiap arti kata. Apakah saya menuduh? Saya menyampaikan pertanyaan `Mengapa?` Itu adalah pertanyaan saya dan seperti telah saya katakan, saya mungkin akan mati tanpa mendapatkan jawabannya," tuturnya secara filosofis.
Mourinho memerankan tokoh Rieux. Ketika menyaksikan bagaimana seorang anak sia-sia berjuang melawan serangan penyakit sampar, Camus menulis, "dengan tangan menggenggam pinggiran ranjang. Rieux menutup mata karena mabok oleh kelelahan dan kemuakan...Saya harus keluar, kata Rieux, saya tidak tahan lagi."
Baik Mou maupun Rieux dihadapkan kepada pertanyaan, masih adakah kekuatan untuk berjuang, bila kenyataan hidup sia-sia belaka? Kekalahan di laga bola, penderitaan dan kejahatan di dunia akan kelihatan memang perlu ada, demi kebaikan-kebaikan yang lebih terang lagi.
Bukankah warna gelap diperlukan dalam keseluruhan lukisan? Bukankah penderitaan dan peperangan tampil sebagai cikal bakal dari lahirnya sejarah? Dua pertanyaan ini juga menyasar kepada setiap laga bola.
Berbekal sejarah, Real Madrid berusaha bangkit dengan menangguk inspirasi kejayaan masa lampau untuk menutup defisit dua gol dari seteru lawasnya Barcelona dalam laga semi-final leg kedua Liga Champions pada Selasa waktu setempat.
Laman Real Madrid menerbitkan gambar saat para pemain Real Madrid merayakan kemenangan 2-0 di Nou Camp pada 2002. Kemenangan itu menghantar Real masuk jajaran klub elite Eropa.
"Setiap orang sepakat bahwa situasinya memang sulit. Meski tidak ada orang yang mau kehilangan harapan," demikian salah satu nukilan kalimat dari laman itu. Direktur Jenderal Real Madrid Jorge Valdano mengatakan, "Madridismo selalu akan bangkit."
"Hanya ada satu tim yang akan tampil secara heroik. Dan Real Madrid akan tampil secara heroik. Kami akan menumbuhkan terus harapan dan semangat dalam laga Selasa nanti," katanya menebar harapan.
Dan Mourinho masih saja mengajukan pertanyaan, mengapa kekalahan demi kekalahan justru bersifat negatif dan menyakitkan? Astaga...Mou memang sosok yang mengidap sampar!
(A024)
Pewarta: A.A. Ariwibowo
Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2011