"Perekonomian Indonesia dalam posisi sehat, pertumbuhan ekonomi tahun 2011 diperkirakan akan berada di atas enam persen."
Jakarta (ANTARA News) - Dana Moneter Internasional (IMF) menilai bahwa gejolak harga minyak dunia hingga saat ini tidak berdampak negatif terhadap kondisi perekonomian Indonesia, termasuk pencapaian target pertumbuhan ekonomi.
"Sejauh ini gejolak harga minyak tidak memberi dampak negatif terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia," kata Pejabat Senior Perwakilan IMF di Indonesia, Milan Zavadjil, di Jakarta, Selasa.
Milan menyebutkan, gejolak harga minyak yang terjadi saat ini berdampak negatif terhadap pertumbuhan ekonomi sejumlah negara, seperti Malaysia dan Australia. Gejolak harga minyak berdampak pada penurunan pertumbuhan ekonomi Australia sekitar 0,1 persen dan kepada pertumbuhan ekonomi Malaysia sekitar 0,2 persen.
Pemerintah Indonesia menyebutkan bahwa rata-rata harga minyak mentah Indonesia (Indonesia Crude Price/ICP) sejak Januari hingga Maret 2011 ini mencapai 104,48 dolar AS per barel padahal asumsi dalam APBN 2011 hanya 80 dolar AS per barel.
Milan menyebutkan, gejolak harga minyak tidak berdampak negatif terhadap perekonomian Indonesia antara lain karena adanya arus modal masuk ke Indonesia sehingga mendorong penguatan nilai tukar rupiah.
"Perekonomian Indonesia dalam posisi sehat, pertumbuhan ekonomi tahun 2011 diperkirakan akan berada di atas enam persen," kata Milan.
Ia menyebutkan, pendorong utama pertumbuhan ekonomi hingga saat ini adalah investasi yang mulai meningkat dan konsumsi masyarakat yang masih kuat.
Direktur Pelaksana IMF, Dominique Strauss-Khan, ketika berkunjung ke Indonesia pada awal Februari 2011 lalu juga mengatakan bahwa perekonomian Indonesia berjalan baik, meski menghadapi tantangan yang sama dengan negara-negara lain, seperti gejolak harga pangan dan energi.
"Secara global ekonomi Indonesia berjalan baik, dan saya perkirakan bisa tumbuh lebih dari enam persen," kata Dominique.
Menurut Dominique, tidak ada persoalan signifikan yang bisa menghambat ekonomi Indonesia untuk tumbuh. Defisit APBN 2011 sebesar 1,8 persen juga masih dalam level yang masuk akal, yang akan membantu tingkat investasi dan pembangunan di Indonesia.
Mengenai tingkat inflasi, Milan menilai, langkah Pemerintah Indonesia mengimpor beras pada awal tahun 2011 merupakan langkah yang tepat untuk menekan inflasi.
Demikian juga dengan langkah Bank Indonesia (BI) melakukan pengetatan moneter dengan menaikkan suku bunga Bank Indonesia (BI rate) dari 6,50 persen menjadi 6,75 persen beberapa waktu lalu.
Namun, IMF memperkirakan tingkat inflasi Indonesia pada 2011 akan tetap tinggi yaitu mencapai sekitar 7,1 persen sementara pada tahun 2012 diperkirakan mencapai 5,9 persen. (*)
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2011