Jakarta (ANTARA News) - Menteri Hukum dan HAM (Menkumham), Patrialis Akbar, mengatakan, Undang-Undang (UU) tentang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) yang ada dianggap terlalu "keras" dan belum mengakomodasi seluruh pemangku kepentingan sehingga perlu direvisi.

"UU Tipikor kemarin itu terlalu keras, di samping itu ada juga yang (kepentinganya, red.) belum terakomodir (sehingga direvisi, red.)," katanya di Jakarta, Selasa.

Patrialis yang berasal dari Partai Amanat Nasional itu mengemukakan, UU Tipikor sebelumnya membuat pejabat negara khawatir dipidanakan baik karena sebelum maupun setelah mengambil suatu kebijakan.

Kondisi tersebut, katanya, justru membuat para pejabat negara mulai di tingkat pusat hingga daerah tidak mau bekerja secara optimal.

"Kita khawatirkan ini akan berdampak berat karena mereka ini tidak mau kerja semua, mulai dari gubernur, wali kota, kementerian-kementerian tidak mau menjalankan kebijakan yang akhirnya membuat pembangunan tersendat," katanya.

Beberapa contoh yang ia jabarkan terkait dampak UU Tipikor yang sebelum direvisi antara lain soal seorang pejabat negara yang salah membuat laporan kekayaan yang dimilikinya sehingga terkena hukuman berat yang seharusnya tidap perlu ditindak pidana.

Ia mengatakan, seorang pejabat negara yang mengambil kebijakan dalam rangka tugas negara dan benar-benar tidak merugikan negara seharusnya tidak dihukum.

Jika ternyata ada kerugian, katanya, hukumannya seharusnya hanya bersifat administratif.

Contoh lain yang ia sebutkan yakni terkait kebijakan pembelian kebutuhan untuk menolong korban bencana alam dimana pada akhirnya sering dipermasalahkan karena proyek dilakukan tidak melalui lelang.

Padahal, katanya, dalam keadaan bencana dibutuhkan kebijakan yang serba cepat.

Ia menyayangkan banyaknya lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang langsung bersikap menyerang terkait revisi UU Tipikor itu.

"Dia (LSM, red.) belum baca substansi Rancangan Undang-Undang (RUU) Tipikor tersebut. Jadi dia tidak tahu dalamnya, padahal yang ngomong-ngomong itu juga banyak terima uang dari luar negeri. Kalau kita mau, bisa mereka masuk korupsi karena dapat uang dari mana," katanya,

Ia mengatakan, berbagai kasus semacam itu juga akan masuk dalam Rancangan Undang-Undang Administrasi Pemerintahan Negara.

"(RUU tersebut, red.) hampir final, supaya kebijakan terlindungi," katanya. (V002/M029/K004)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2011