Jakarta (ANTARA) - Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) RI Edward Omar Sharif Hiariej mengatakan bahwa pemerintah memandang penting untuk mengatasi kasus pelanggaran HAM berat di masa lalu dengan pendekatan keadilan restoratif.
"Pemerintah memandang bahwa kasus-kasus ini (pelanggaran HAM berat, red.) harus diselesaikan, tidak lagi dengan persoalan keadilan retributif, tetapi dengan keadilan korektif, keadilan rehabilitatif, dan keadilan restoratif," kata Edward ketika menyampaikan arahan dalam diskusi publik menyambut Hari HAM 2021 yang bertajuk "Refleksi 21 Tahun UU Pengadilan HAM", yang disiarkan secara langsung di kanal YouTube Humas Komnas HAM RI, dan dipantau dari Jakarta, Senin.
Keadilan retributif memiliki orientasi untuk menggunakan jalur hukum sebagai tempat melakukan balas dendam, sehingga terdapat tendensi untuk memberi hukuman seberat-beratnya dan berfokus pada pelaku.
Sedangkan, keadilan restoratif memiliki orientasi pemulihan kembali yang juga meletakkan fokus pada rehabilitasi program dan mengoreksi tindakan salah pelaku kejahatan.
Baca juga: Perlu keadilan restoratif tangani kekerasan perempuan dan anak
Baca juga: Akademikus: Keadilan restoratif beri ruang warganet dalam perkara
Berbicara tentang konteks penegakan hukum terkait kasus-kasus pelanggaran HAM berat di masa lalu, tutur Eddy, sapaan akrab Edward, aparat penegak hukum telah berulang kali menemui kendala.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia, aparat penegak hukum yang terlibat dalam pengadilan HAM adalah Komnas HAM yang berperan sebagai penyelidik, dan Kejaksaan Agung yang berperan sebagai penyidik.
Eddy mengatakan bahwa Kepolisian dan TNI tidak terlibat karena dianggap memiliki keterkaitan dalam melakukan pelanggaran HAM berat di masa lalu.
"Selalu terjadi ketegangan perdebatan mengenai Komnas HAM menganggap sudah cukup bukti, dan Kejaksaan Agung merasa belum cukup bukti," ucap Eddy.
Dengan demikian, Eddy berpandangan bahwa apabila aparat penegak hukum hanya berkutat pada penyelesaian persoalan pelanggaran HAM berat melalui pengadilan, maka persoalan tidak akan selesai.
"Alternatif lain, kita (Pemerintah, red.) menyelesaikan pelanggaran HAM berat di masa lalu tidak case by case, tapi seluruh kasus," kata Eddy.
Eddy memaparkan bahwa Presiden dapat membentuk tim adhoc yang bertugas untuk menyelesaikan seluruh kasus pelanggaran HAM berat di masa lalu dengan tiga poin utama, yakni mengungkapkan kebenaran, memberi rehabilitasi terhadap korban, dan menjamin bahwa pelanggaran HAM berat tidak akan terjadi lagi di masa mendatang.
Langkah tersebut merupakan langkah-langkah keadilan restoratif yang bertujuan untuk mengatasi permasalahan di masa lalu tanpa melupakan pentingnya aspek rehabilitasi untuk korban yang terkena dampak pelanggaran HAM.
Pewarta: Putu Indah Savitri
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2021