Bandung, 4/1 (ANTARA) - Indonesia menegaskan kembali pentingnya kerjasama global dalam upaya mencegah penyelundupan dan perdagangan bahan perusak ozon (BPO) seperti chlorofluorocarbons (CFC) secara ilegal serta menekankan pentingnya keberadaan "hydrocarbon technology" sebagai teknologi alternatif yang ramah lingkungan dan tidak berdampak negatif terhadap ozon.
"Usulan Indonesia itu dikemukakan pada Pertemuan ke-7 Konferensi Para Pihak terhadap Konvensi Wina dan Pertemuan ke-17 Para Pihak terhadap Protokol Montreal di Dakar baru-baru ini. Acara itu sendiri merupakan event penting yang diikuti delegasi RI di Ibukota Senegal menjelang akhir tahun lalu," kata Kepala Kanselerai/Pelaksana Fungsi Politik dan Ekonomi KBRI Dakar, Arifi Saiman dalam penjelasan kepada ANTARA, Rabu (/1).
Delegasi Indonesia pada pertemuan yang membahas tentang lingkungan dan iklim global dari 12 hingga 16 Desember 2005 itu adalah Dubes RI untuk Republik Kenya, Djismun Kasri selaku Ketua Delegasi RI (Delri), dan Deputi Bidang Peningkatan Konservasi Sumber Daya Alam dan Pengendalian Kerusakan Lingkungan Kementrian LH, Masnellyarti Hilman selaku Ketua Delri Alternate (Wakil Ketua Delri).
Keduanya didampingi sejumlah pejabat dari Kementrian LH, Departemen Perindustrian dan Pertamina serta dari KBRI Nairobi dan KBRI Dakar.
Pada pertemuan itu Indonesia juga meminta kepada Panel Antarpemerintah tentang Perubahan Iklim supaya mendukung upaya bagi pengadaan program bantuan teknis terkait dengan penggunaan teknologi hidrokarbon dengan mengedepankan aspek keselamatannya, terutama mengingat masih terbatasnya pengetahuan dan penguasaan tentang teknologi hidrokarbon.
"Penekanan atas unsur keselamatan sangat penting karena hidrokarbon rentan terhadap terjadinya kebakaran mengingat sifatnya yang mudah terbakar, dan dalam tanggapannya panel tersebut menyatakan bahwa program pengembangan teknologi hidrokarbon sudah tercatat sebagai agenda program untuk tahun 2006," kata Arifi yang juga mendampingi delegasi Indonesia pada pertemuan tersebut.
Dalam konteks itu Indonesia terus berupaya meningkatkan kemampuan aparat Bea Cukai-nya dalam menangani dan mengawasi lalu lintas impor BPO, antara lain melalui pelaksanaan program pelatihan aparat Bea Cukai.
Pengetatan terhadap impor BPO juga dilakukan dengan pendistribusian alat pengidentifikasi hidrokarbon yang bersifat sebagai alat refrigeran (pendingin) di beberapa pintu masuk ke wilayah Indonesia.
Peningkatan kemampuan aparat Bea Cukai di kalangan negara pihak Konvensi dan Protokol merupakan hal penting yang harus diprioritaskan, khususnya dalam upaya pendeteksian terhadap tindak penipuan atau pemalsuan seperti pemalsuan label.
Sebagaimana dikatakan Ketua Delri Alternate, Masnellyarti Hilman, saat ini Indonesia sendiri telah mampu memproduksi alternatif pengganti BPO berbasis hidrokarbon yang digunakan sebagai refrigeran, aerosol dan solven sejak beberapa tahun silam, dan keberadaan hidrokarbon khususnya dalam fungsinya sebagai refrigeran merupakan sebuah teknologi penyelesaian jangka panjang untuk menyikapi masalah lingkungan.
"Kegiatan produksi refrigeran hidrokarbon tersebut merupakan sebuah sumbangsih Indonesia dalam pengembangan hidrokarbon sebagai bahan pengganti CFC yang sifatnya ramah lingkungan," kata Arifi mengutip pernyataan Masnellyarti.
Sementara itu dalam pertemuan dengan pihak "Implementing Agency" dan "Multilateral Fund" yang membahas tindak lanjut pelaksanaan penghapusan BPO di Indonesia, delegasi Indoensia pada pertemuan itu secara khusus meminta bantuan teknis dan finansial untuk mendukung realisasi sejumlah kegiatan prioritas, termasuk penelitian dampak penipisan lapisan ozon terhadap kesehatan manusia dan makhluk hidup lainnya serta pengembangan hidrokarbon sebagai salah satu bahan pengganti alternatif BPO.
Dalam kesempatan itu Program Pembangunan PBB (UNDP) sebagai "Lead Implementing Agency" mengusulkan perlunya pelaksanaan misi bersama ke Indonesia pada minggu keempat Januari 2006 yang antara lain akan membantu sosialisasi tentang pentingnya mentaati kewajiban untuk mendukung penghapusan BPO (CFC) pada akhir tahun 2007.
Sementara itu pihak Multilateral Fund menekankan pentingnya Pemerintah Indonesia untuk mengambil langkah-langkah strategis dalam mengontrol masuknya BPO ke Indonesia dalam upaya mendukung tercapainya pengurangan BPO sesuai jadwal yang telah ditetapkan secara bersama antara Indonesia dan Multilateral Fund.(*)
Copyright © ANTARA 2006