Medan (ANTARA News) - Provinsi Sumatera Utara (Sumut) tetap menaruh harapan mendapatkan porsi lebih besar dalam pengelolaan PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) setelah berakhirnya kerja sama dengan konsorsium investor asal Jepang pada 2013.
"Harapan kita, Provinsi Sumut dan 10 kabupaten/kota di sekitar kawasan Danau Toba tetap diikutkan dalam teknis pengelolaan PT Inalum sekaligus mendapatkan porsi yang lebih besar," ujar Wakil Ketua DPRD Sumut, H Chaidir Ritonga, kepada ANTARA di Medan, Minggu.
Hal itu dikatakan politisi Partai Golkar itu menanggapi isyarat pemerintah pusat bahwa pengelolaan PT Inalum akan ditenderkan secara terbuka.
"PT Inalum 100 persen akan menjadi milik Indonesia setelah 2013. Kita berharap tidak ada tender terbuka dan Provinsi Sumut bersama 10 kabupaten/kota diikutkan dalam pengelolaannya," katanya.
Chaidir Ritonga mengungkapkan, PT Inalum memiliki aktiva tetap sekitar Rp30 triliun dan Rp6 triliun aktiva lancar. Sementara untuk operasional, perusahaan peleburan aluminium itu membutuhkan dana sebesar Rp3 triliun.
Biaya operasional sebesar Rp3 triliun itu, menurut dia, dapat ditanggung bersama oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah dengan porsi yang lebih besar untuk Provinsi Sumut dan 10 kabupaten/kota.
"Menurut saya, porsi paling pas itu, 40 persen biaya operasional ditanggung pemerintah pusat, 20 persen oleh Provinsi Sumut dan 40 persen ditanggung bersama oleh 10 kabupaten/kota dengan `sharing` keuntungan sesuai porsi yang sama," katanya.
Menurut Chaidir Ritonga, PT Inalum sangat potensial untuk mendukung pembangunan Sumut. "Potensinya sangat luar biasa dengan dukungan air Danau Toba untuk pembangkit listriknya," katanya.
Ia berharap, pengelolaan PT Inalum tidak ditenderkan secara terbuka, melainkan dikerjasamakan antara pemerintah pusat, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota.
"Jangan ada tender terbuka. Pada 2013 nanti PT Inalum sepenuhnya akan jadi milik negara, sehingga pemerintah tidak harus menenderkan pengelolaannya," ujarnya.
Kerja sama Indonesia dengan para investor asal Jepang yang tergabung dalam Nippon Asahan Aluminium (NAA) Corp itu akan berakhir pada 2013.
NAA menguasai 58,88 persen saham PT Inalum dan sisanya (41,12 persen) dikuasai pemerintah Indonesia.
Dewasa ini, perusahaan yang berdiri pada 6 Januari 1976 dengan investasi awal sebesar 411 miliar yen itu mempekerjakan 2.014 tenaga kerja Indonesia dan dua orang tenaga kerja asal Jepang.
Pada tahun 2009, perusahaan peleburan aluminium itu mampu menghasilkan 254 ribu ton ingot (aluminium batangan) dengan penjualan 394 juta dolar AS dan laba bersih 66 juta dolar AS.
Penjualan tertinggi tercatat pada tahun 2007 sebesar 650 juta dolar AS, sementara laba bersih tertinggi terjadi pada tahun 2005 sebesar 157 juta dolar AS. (R014/M012/K004)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2011