Namun ingat jangan sampai Indonesia hanya menjadi pasar produk halal dunia. Kita harus mendorong dunia usaha kita, khusus UMKM, menjadi pemain produk halal global...
Jakarta (ANTARA) - Suatu siang di tengah udara sejuk kota Istanbul pada penghujung November, pameran produk halal negara-negara anggota Organisasi Kerjasama Islam (OKI) dan konferensi halal dunia atau 8th OIC Halal Expo and 7th World Halal Summit dibuka oleh Wakil Presiden Turki Fuat Oktay.
Di arena Istanbul Congress Center (ICC) puluhan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) Indonesia berjuang mencari pasar di pameran besar produk halal global, yang pada ajang sebelumnya diikuti lebih dari 376 peserta dari 36 negara, serta dikunjungi 34.865 orang dari kalangan pebisnis dari 94 negara.
Pada Halal Expo 2019, pameran diikuti oleh 378 peserta dari 36 negara dan dikunjungi sekitar 35.000 orang dari kalangan bisnis di berbagai negara, khususnya negara-negara anggota OKI.
Mereka bergabung di lantai dasar gedung ICC dalam rumah "Paviliun Indonesia" yang pada hari pertama sesak oleh kunjungan dari beragam orang dari berbagai negara.
Terutama pengunjung tertarik dengan sajian kopi gratis yang diberikan kepada pengunjung. Tidak hanya kopi, Paviliun Indonesia juga diramaikan oleh aneka produk UMKM mulai dari rempah-rempah, obat-obatan, kuliner Nusantara, produk fesyen, hingga produk/jasa startup Indonesia yang bergerak di bidang teknologi finansial berbasis syariah.
Puluhan UMKM Indonesia itu berharap dari pameran dan konferensi halal dunia yang berlangsung 25 sampai 28 November 2021 itu, mereka mendapat cipratan order dari para pebisnis halal global.
Pameran yang diselenggarakan Pusat Pengembangan Perdagangan Islam (Islamic Centre for Development of Trade/ICDT) dan Institut Standar dan Metrologi untuk Negara-Negara Islam (Standards and Metrology Institute for Islamic Countries/SMIIC) memang menampilkan beragam produk halal, mulai makanan, farmasi, kosmetik, pariwisata, hingga keuangan.
Baca juga: Wakil Ketua DPR sebut harus ada kesamaan standar halal internasional
Pasar halal
Pada pembukaan pameran produk dan konferensi halal dunia yang mengambil tema "New Era and New Normals: Necessity of Halal Production and Consumption" atau Era Baru dan Kenormalan Baru: Perlunya Produksi dan Konsumsi Halal, Wakil Presiden Fuat Oktay mengungkapkan tentang besarnya nilai dan pertumbuhan produk halal global.
Menurut dia, permintaan produk halal di dunia terus meningkat, tidak hanya dari penduduk muslim, tapi juga non-muslim yang meminati produk halal karena sehat dan bersih.
Wakil Presiden Turki itu mengatakan terjadi lonjakan permintaan produk halal dunia dari 4 triliun dolar AS pada 2017 menjadi 7 triliun dolar AS pada tahun ini.
Permintaan itu akan terus tumbuh seiring dengan pertambahan jumlah penduduk yang menganut agama Islam di dunia, dan kesadaran mereka untuk mengkonsumsi produk halal. OKI memperkirakan pada 2024 pasar produk halal dunia bisa mencapai 11 triliun dolar AS.
Sebuah pasar yang sangat besar, yang seharusnya bisa dinikmati oleh 57 negara muslim dengan penduduk sekitar 1,86 miliar orang.
Namun sayangnya, menurut Fuat Oktay, produsen produk halal terbesar di dunia justru tidak berasal dari negara-negara muslim. Ia menyebut Brazil, Australia, Prancis, Jerman, dan Selandia baru yang penduduknya justru minoritas muslim sebagai negara produsen produk halal terbesar di dunia.
Bahkan Turki hanya menguasai sekitar 100 miliar dolar pasar produk halal dunia. Demikian pula negara muslim lainnya, termasuk Indonesia, hanya memiliki pangsa produk halal yang lebih kecil dibandingkan negara-negara nonmuslim tersebut, baik untuk makanan halal, keuangan Islam, pariwisata halal, fesyen muslim, kosmetik halal, dan sektor terkait lainnya.
Karena itulah pada KTT Halal Dunia ke-7 yang berlangsung selama tiga hari para pakar, pejabat tinggi negara, dan kalangan pebisnis terkemuka dari negara-negara Islam bertemu, membahas, dan mencari titik temu untuk bertindak bersama guna meningkat kontribusi pada ekonomi halal dunia, dengan menghilangkan perpecahan, perbedaan, dan konflik, serta ketidakpercayaan pada sertifikasi halal.
Baca juga: Pemastian produk halal, LPH Sucofindo sertifikasi produk Turki
Standar internasional
Ketidakkompakan negara-negara muslim dalam menetapkan standar produk halal menjadikan sejumlah negara yang mayoritas nonmuslim justru memainkan peranan besar dalam produksi produk halal.
Padahal masalah halal adalah syariat Islam dan seharusnya, seperti yang dikemukakan Kepala Persatuan Halal Dunia Ahmet Gelir, sertifikasi halal dilakukan oleh organisasi atau badan akreditasi yang memiliki pakar dengan kepekaan iman Islam.
"Dengan kata lain, seorang inspektur, organisasi sertifikasi, atau badan akreditasi yang tidak memiliki kepekaan iman tidak dapat memeriksa dan mensertifikasi makanan, produk, dan layanan yang akan disajikan di meja umat Islam dengan benar," ucapnya seperti dikutip dari Kantor Berita Anadolu.
Wakil Ketua DPR RI Rachmat Gobel yang khusus datang ke World Halal Expo 2021 dan World Halal Summit di Istanbul pada 25 hingga 28 November 2021 juga menilai perlu kesamaan standar internasional terhadap produk halal yang permintaannya terus meningkat, terutama yang di antara negara-negara dengan mayoritas muslim yang bakal menjadi pasar utama produk halal.
"Ini penting agar ada kesamaan dan saling percaya di antara lembaga pemberi sertifikat halal di seluruh dunia," kata Rachmat Gobel yang diundang Presiden World Halal Summit Council hadir pada ajang halal dunia itu.
Menurut dia, negara-negara berpenduduk mayoritas muslim di dunia serta lembaga-lembaga pemberi sertifikat halal di seluruh dunia harus duduk bersama, membangun kesamaan prosedur, ukuran, dan metode pengujian produk halal.
"Harus diakui saat ini masih ada perbedaan-perbedaan di antara negara-negara atau lembaga-lembaga pemberi sertifikat halal tentang hal-hal tadi," kata mantan Menteri Perdagangan itu.
Perbedaan itu dimanfaatkan negara-negara yang justru muslimnya minoritas menjadi produsen utama produk halal. Indonesia sebagai negara mayoritas muslim terbesar di dunia dengan sekitar 220 juta penduduk beragama Islam bahkan juga bukan pemain utama produsen halal.
Menurut Menko Perekonomian Airlangga, Indonesia hanya menempati posisi ke-4 di produksi makanan dan minuman halal di dunia, posisi ke-3 untuk fesyen muslim dunia, posisi ke-5 untuk media rekreasi, serta masing-masing di posisi ke-6 untuk wisata ramah muslim, kosmetik dan farmasi, serta keuangan syariah.
Dengan demikian Indonesia memiliki peluang besar untuk memacu peranannya menjadi produsen produk halal dunia. Apalagi Indonesia seperti yang disampaikan Wapres Ma'ruf Amin, ingin menjadi pusat industri halal dunia pada 2024.
Sebuah visi yang tidak mustahil untuk terwujud bila seluruh pihak-pihak terkait menyatukan langkah dalam peta jalan menuju Indonesia sebagai pusat kekuatan halal dunia.
"Namun ingat jangan sampai Indonesia hanya menjadi pasar produk halal dunia. Kita harus mendorong dunia usaha kita, khusus UMKM, menjadi pemain produk halal global, mampu masuk ke pasar ekspor, terutama di negara-negara dengan mayoritas muslim," ujar Rachmat Gobel yang menyempatkan mampir ke Paviliun Indonesia dan menyapa para UMKM Indonesia yang tengah berjuang meraih pembeli produk halal global.
Baca juga: LaNyalla sebut Kawasan Industri Halal tumbuhkan investasi dan ekonomi
Editor: M Razi Rahman
Copyright © ANTARA 2021